Penobatan Panji

Di Kerajaan Kedhiri Prabu Lembu Amiluhur yang bergelar Sri Dewakusuma Wong Agung Jayengrana menerima kehadiran para saudaranya yang telah menjadi raja diantaranya dari kerajaan Ngurawan, Singasari. Tidak ketinggalan Patih Kudanawarsa, Patih Jayembadra, Klana Jayengsari turut menghadap Sri baginda. Karena sudah beberapa saat di Kadhiri, para saurada pamit beserta para prameswari masing-masing untuk kembali ke kerajaan Jenggala. Patih Kudanawarsa mendapatkan tugas mempersiapkan para prajurit untuk mengikuti perjalanan ke Jenggala.

Didalam Kedhaton Kerajaan Kadhiri Dewi Tamiaras yang sudah mempersiapkan diri untuk ikut ke Kerajaan Jenggala bersama Putrinya menerima kedatangan Kusuma Condroswara bersama para putri dan seorang abdi dari Klana Jayengsari. Sang Prabu berkehendak untuk berangkat ke Jenggala bersama-sama.

Di alun-alun Kerajaan Kadhiri, Patih Kudanawarsa dan Haryo Brajanata mempersiapkan para prajurit untuk mengiringi rombongan yang akan berangkat ke Kerajaan Jenggala. Setelah dirasa cukup persiapannya segera diberangkatkan rombongan menuju Kerajaan Jenggala. Untuk sementara waktu Kerajaan Kadhiri diserahkan kepada Patih Jayembadra dan para Kadang Arya.

Di Kerajaan Jenggala Dyah Hyang Bujaka, Arya Wirapraja, Wirapraba, Sindureja, Danureja, yang sedang menjaga Kerajaan Jenggala sedang menunggu kedatangan Sri Narendra. Tiada lama kemudian datang Patih Kudanawarsa memberitahukan bahwa Sri Nata sudah kembali dari Kerajaan Kadhiri dan sekarang masih dalam perjalanan. Sesampai di Kerajaan Jenggala Sang Narendra segera menggelar pertemuan dengan para Kadang Narendra, Patih Kudanawarsa dan para putra sentana. Srinata Jenggala bersabda bahwa sudah saatnya untuk lengser keprabon. Untuk menggantikan kedudukan sebagai Raja Sang Nata menunjuk pada Putra Mahkota Panji Inukertapati. Tiada lama datang Hyang Narada bersama para Dewa yang lain. Hyang Narada bersabda mendapatkan perintah dari Sang Hyang Jagat Girinata bahwa Sang Nata Jenggala sudah mendapatkan restu dari Hyang Jagat Girinata didalam memberikan tampuk pemerintahan kepada Putra mahkota Panji Inukertapati. Dalam penobatannya Panji Inukertapati bergelar Prabu Suryawisesa. Hyang Brama memberikan nama Prabu Anom Amangkurat jawi. selasai penobatan, Para Dewa segera kembali ke Kayangan. Setelah memberikan wejangan kepada putranya yang sekarang telah menggantikannya sebagai Raja, Sang Nata Begawan segera akan bertapa di Kapucangan.

Di Negara Pajang Pengging, Prabu Klana Tunjungseta sedang kasmaran gandrung dengan Retno Tamiohi putri dari Raja Kediri. Tidak sadar kalau sedang dihadap oleh para punggawa kerajaan. Dalam hatinya segera mungkin dapat memperistri Retno Tamiohi. Untuk memenuhi keinginannya Prabu Klana Tunjungseta segera memerintahkan prajurit untuk mengantarkan surat panglamar kepada Raja di Kedhiri.

Ditengah hutan belantara Raden Banyakwulan Raja Putra dari Kerajaan Singasari sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Singasari. Ditengah perjalanan bertemu dengan prajurit dari kerajaan Pajang Pengging. Karena merasa saling curiga akhirnya terjadi peperangan yang tidak terhindarkan. Raden Banyakwulan mendapatkan bantuan dari Patih Jayambadra. Hingga akhirnya prajurit dari kerajaan Pajang Pengging kalah dan kembali ke kerajaannya. Raden Banyakwulan menghaturkan terima kasih kepada Patih Jayambadra dan para prajuritnya karena sudah membantu hingga musuh dapat dikalahkan. Tidak lupa Patih Jayembadra memberikan sebuah pustaka untuk dihaturkan kepada Raja Kedhiri yang memberitahukan keadaan Kerajaan Jenggala saat ini.

Prabu Suryawisesa Sri Mangkurat Jawi mengadakan pasewakan menerima kehadiran para Raja dari Daha, Singasari Ngurawan dan para punggawa praja. Untuk menjalankan pemerintahannya Prabu Suryawisesa mengangkat Arya Brajanata sebagai patih njaba dengan gelar sebutan Pangeran Tumenggung Sidusena, Raden Narantaka diangkat sebagai patih lebet dengan gelar sebutan Raden Arya Tampasiring, Sinom Pradapa diangkat sebagai Senopati dengan gelar sebutan Arya Padmanegara, Harya Wiratmaka Putra dari Majapura diangkat sebagai Pandhita Praja dengan sebutan Resi Wiratmaka, Raden Gajahwulung diangkat sebagai Bupati dengan sebutan gelar Tumenggung Brajanegara, Kebo Rejasa diangkat sebagai Bupati dengan sebutan gelar Arya Kudarantum. Semua kadang Kadeyan yang ikut menyertai ketika Sang Prabu berkelana diangkat menjadi punggawa dengan sebutan Harya dengan tidak mengganti gelar sebutan. Hanya Panji Sutra yang mendapatkan sebutan gelar dengan nama Harya Partahudaya. Sang Prabu Suryawisesa berkenan membagikan hadiah kepada para punggawa negara, diantaranya adalah para punggawa tamping yang selalu menjaga Balewarti. Tidak ketinggalan para nahkoda disekitar pesisir untuk sekalian membawa pustaka ke kerajaan Bali dan Blambangan. Yang dipercaya membawa pustaka ke Bali adalah Ngabehi Nayawindu, dan Demang Sanggorunggi membawa pustaka ke kerajaan Blambangan. Sepeninggal Demang Sanggorunggi dan Ngabehi Nayawindu, Arya Tanpasiring datang menghadap dengan membawa serta Raden Banyakwulan dan Tumenggung Wirajaya. Tumenggung Wirajaya menghaturkan pustaka kepada Sri Nata di Kedhiri. Isi dari pustaka adalah memberitahukan bahwa kerajaan Jenggala dikepung oleh musuh dari kerajaan Pajang Pengging, namun segala sesuatunya dapat diatasi oleh raden Banyak Wulan atas bantuan Patih Jayembadra. Setelah selesai membaca keseluruhan dari pustaka yang dihaturkan Tumenggung Wirajaya Sri Nata Jenggala berbicara dengan Nata Daha, Kedhiri, dan Singasari. Sri Nata ing Jenggala menginginkan adanya tali silaturahmi yang diwujudkan dalam bentuk tali perkawinan yaitu antara Dewi Nawangsih dari Singasari yang akan dijodohkan dengan Panji Panambang dari Kedhiri, kemudian Dewi Tamiohi dari Kedhiri dijodohkan dengan Raden Banyak Wulan dari Jenggala. Para sesepuh sangat menyetujui.

Atas persetujuan bersama diadakan pesta perkawinan di kerajaan Jenggala dan dihadiri para kerabat dari masing – masing kerajaan. Ditengah keramaian pesta perkawinan datang utusan yang melaporkan bahwa ada musuh yang di pimpin oleh Prabu Klana Tunjungseta bersama para prajuritnya menggempur kerajaan Jenggala. Namun para satruya Kerajaan Jenggala tidak tinggal diam. Dalam sekejap para musuh dapat dihalau.