Pemilihan Umum dan Pancasila Kawedar

Dikutip dari Buku Pakem Pertunjukan Rakyat, Jawatan Penerangan Propinsi Jawa Timur tahun 1955

Pembicaraan antara Pak Sumowinoto, Bu Sumowinoto,anak gadisnya/Sumiayati, dan pembantunya Sombro dengan isi pembicaraan rencana perkawinan Sumiyati dengan Mardjoko anak Pak Joyodisastro dari kota Sukodono. Rencana perkawinan tersebut telah disetujui oleh kedua belah pihak. Tiba-tiba ibu Marjoko datang ke tempat Bu Sumowinoto untuk menunda hari perkawinan yang telah ditetapkan sampai seminggu dengan alasan Pak Joyodisastro sedang dirawat di rumah sakit. Keluarga Pak Sumowinoto agak kaget lalu menanyakan penyakit yang diderita Pak Joyo. Bu Joyo menceritakan sebab musababnya menderita sakit ini. Tak lain ialah karena pada waktu pendaftaran untuk pemilihan umum yang lalu, pada waktu itu Pak Joyo menuanaikan tugasnya sebagai PPP dia dipukuli pengacau di tengah jalan. Keluarga Pak Joyo lebih tercengang lagi setelah mendengar nasib yang malang bagi calon besannya itu. Kemudian keluarga Pak Sumo menerima ajakan Bu Joyo tadi dan selanjutnya mengadakan tanya jawab sekitar soal pemilihan umum. Isi tanya jawab berkisar pada pokok tujuan diadakannya pemilihan umum, pokok pengertiannya mulai pendaftaran sampai pada waktu pencalonan yangh sekarang ini. Setelah tanya jawab selesai, Bu Joyo minta pamit dan keluarga Pak Somo pun bubaran.

Pembicaraan di Balai Desa Karangjati antara Pak Lurah, Pak Carik Wakil Ketua PKD (pemuda) dan pak Ponco, seorang lulusan PBH yang mempunyai sifat jujur dan giat bekerja sebagai berikut:
Merundingkan tentang pekerjaan di desanya,karena dekat dengan sarang gerombolan pengacau. Maka yang sangat dipentingkan pakLurah ialah pengawasan orang-orang yang masuk ke desanya, daftar tamu,penjagaan pada waktu malam, mengadakan hubungan erat antara tentara dan polisi yang bertugas melindungi desanya dan juga mengadakan penyidikan ke hutan sampai dimana gerak-gerik dari gerombolan pengacau itu. Tugas sebagai penyidik dibebankan pada Pak Ponco. Kemudian pak Lurah minta pamit akan berhubungan dengan Bapak-papak tentara, pak Ponco dan pak Carik dengan pemuda keliling desa.

Jejer ketiga dalam lakon ini menggambarkan pembicaraan di markas tentara yang dekat dengan sarang pengacau. Tokoh tokohnya adalah Komandan tentara, Komandan Kepolisian dan Pembantunya, dengan pembicaraan sebagai berikut :

Menyiapkan diri untuk menggempur sarang gerombolan pengacau,mempererat hubungan dengan rakyat dan membuat penyelidik dari tenaga rakyat (mata-mata). Kemudian datang Pak Lurah dan pak Ponco melapor mungkin para gerombolan pangacau akan menyerbu markas mereka. Setelah laporan itu diterima akhirnya bapak Komandan memutuskan siap akan menyerbu gerombolan. Kemudian berangkat dengan alat-alatnya lengkap. Di tengah-tengah hutan gerombolan pengacau yang terdiri dari : Jenderal Van de Half, kapten Smitzen dan Instruktur R. Kilono sedang rapat yang membahas :
meneruskan perjuangan hingga RI runtuh
membuat mata-mata dari bangsa Indonesia
menjalankan taktik mengadu-domba. Kemudian berangkat menyerbu markas TNI, terjadilah peperangan antara gerombolan pengacau dengan tentara kita.Akhirnya gerombolan diserbu tentara kita dengan dibantu rakyat, gerombolan kocar-kacir lantas menghilang di tengah hutan, senjatanya banyak yang ketinggalan.

Jejer keempat, adegan tentang masyarakat, yang menggambarkan rapat wanita di kecamatan Tepiswiring. Pembicaraan antara istri Camat dengan para wakil organmisasi-organisasi Kuning, Hijau, Merah Muda,Biru, Hijau Muda dan Pemuda sebagai berikut :

Ada beberapa hal yang menyebabkan peringatan Hari Ibu ditiadakan di Kecamatan Tepiswiring. Bu Camat berpesan agar para wanita memperingatinya dalam jiwa saja, dan organisasi yang ada diharapkan turut aktif bergerak dikalangan masyarakat terutama kaum wanita, supaya kaum wanita dipelosok-pelosok insyaf akan kedudukan wanita. Pada jaman sekarang wanita supaya aktif dalam pemilihan umum secara jujur dan memperluas penbdidikan budi pekerti. Akhirnya bu Camat dan semua hadirin pergi ke Karangjati untuk menyaksikan mempelai Harjoko dan Sumiyati sambil melihat petilan Bambang Cakil. Dalam adegan tersebut Ki Dalang mengajak semua kaum wanita yang berada dipelosok-pelosok untuk turut berperan dalam pesta demokrasi melalui pemilihan umum secara jujur.

Pada jejer kelima menggambarkan pertemuan hajatan perkawinan di rumah Pak Sumowinoto di desa Karangjati. Yang menjadi tokoh dalam adegan ini adalah mempelai Marjoko dan Sumiyati, Pak Sumowinoto dan istrinya, pak Lurah Karangjati, Pak Ponco serta para wanita dari kecamatan. Para tamu memberi selamat dan restu pada mempelai. Dalam pertemuan disebutkan bahwa pak Ponco dengan Pak Lurah dan para tamu, banyolan mengupas arti pancasila dengamn nyanyian Dhandhanggula. Arti nyanyian dandanggula oleh pak Ponco disebut Pancasila Kawedar. Pada akhir cerita ki dalang berusaha mengulas kembali tentang arti Pancasila dalam bentuk banyolan dan nyanyian agar tidak membosankan penonton. Dengan demikian pada setiap adegan atau jejer dari pergelaran wayang suluh memuat pesan-pesan penerangan atau penyuluhan terhadap penontonnya. Walaupun bagian besar masyarakat Indonesia pada jaman revolusi masih buta huruf, namun dengan wayang suluh ki Dalang mnampu memberikan penerangan tentang arti Pancasila dan pelaksanaan sila Demokrasi melalui Pemilihan Umum. Dengan demikian pada setiapadegan atau jejer dari pergelaran wayang suluh memuat pesan-pesan penerangan atau penyuluhan terhadap penontonnya.