Penobatan Prabu Kenya

Para adipati bermusyawarah hendak menobatkan raja Dewi Kancanawungu. telah berkumpul di balairung kerajaan Majapahit diantaranya Adipati Ranggalawe dari Tuban, Adipati Lindura dari Kediri, Adipati Menakjingga dari Blambangan, Tumenggung Lugender, Tumenggung Arya Sisimping, Tumenggung Arya Tiron, Tumenggung Menakgyanti, Tumenggung Ranggaminangsraya, Raden Layangseta, Raden Layangkumitir.

Patih Maudara keluar dari istana minta pendapat para adipati tentang siapa yang akan dinobatkan mejadi Raja Majapahit menggantikan Sri Brawijaya. Karena Raja Brawijaya hanya meninggalkan seorang putri yaitu Dewi Kencanawungu, maka Adipati Ranggalawe dan Adipati Lindura sepakat menobatkan Dewi Kencanawungu. Pendapat itu juga mendapat persetujuan Patih Maudara. Akan tetapi Adipati Minakjingga tidak sependapat dengan rekan-rekannya. Karena merasa kalah suara, ditambah pula dengan nafsunya, ia lalu meninggalkan balairung kembali ke Blambangan. Sesudah kepergian Minakjingga, Patih Maudara mengundangkan penobatan Dewi Kencanawungu menjadi Raja Majapahit. Diberitahukan pula kepada Dewi Kencanawungu bahwa Adipati Minakjingga kembali ke Blambangan karena tidak menyetujui penobatan Dewi Kencanawungu.

Setelah dinobatkan, Dewi Kencanawungu menyatakan rasa tarima kasihnya kepada para punggawa agung Majapahit yang telah mengangkatnya menjadi raja. Prabu Kencanawungu memberitahu akan datangnya bencana besar yang selalu terpikir oleh Ratu Dewi dalam perjalanan kembali ke istana ialah kembalinya Menakjingga.

Dewi Rarasati patih bagian dalampun menduga bahwa Menakjingga akan memberontak dan menyerang Majapahit. Dugaan itu dibenarkan oleh Ratu Dewi, yang setibanya di dalam istana lalu bersamadi di sanggar.

Menakjingga yang meninggalkan balairung Majapahit segera mengajak Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta kembali ke Blambangan. Patih Maudara beserta para adipati Majapahit membicarakan persiapan perang, menjaga kemungkinan pemberontakan Menakjingga.

Adipati Ranggalawe dan Adipati Sindura mengusulkan agar Blambangan segera diserang. Akan tetapi Patih Maudara menangguhkannya dengan terlebih dulu melihat perkembangan selama satu sampai tiga tahun. Oleh karena itu adipati Ranggalawe dan Adipati Sindura berkesempatan pulang dulu ke negerinya masing-masing.

Minakjingga Wuyung

Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta datang ke Majapahit membawa surat lamaran dari Minakjingga kepada Dewi Kencanawungu. Kedatangan mereka bertepatan waktunya dengan hari penghadapan di Majapahit, yang juga sedang membicarakan masalah Blambangan. Sudah terbetik berita bahwa Menakjingga menyatakan dirinya sebagai raja. Hal itu diperkuat pula oleh laporan Adipati Sindura, yang selain melapor juga menunggu perintah raja dalam menanggapi perkembangan di Blambangan.

Surat lamaran dari Blambangan dirobek-robek oleh Dewi Rarasati, dan dikembalikan. Dewi Kencanawungu memerintahkan Dewi Rarasati supaya membalas surat laporan Adipati Kediri, dan mengirimkan berita pula ke Tuban. Sementara itu Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta yang hanya menerima robekan surat segera meninggalkan balairung Majapahit, namun mereka dikejar oleh beberapa pasukan Majapahit di bawah pimpinan Layangseta dan Layangkumitir. Perang antara Layangseta-Layangkumitir melawan Ongkotbuta-Angkatbuta terjadi. Mereka saling mendesak, akan tetapi sebelum ada salah satu pihak yang terkalahkan, Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta segera kembali ke Blambangan.

Di Blambangan Menakjingga sedang dihadap oleh Dewagung Baudenda, Carangwaspa, Walikrama, R. Panatasingron, Wijanarka, Sarijana, menakpangseng, Kalingkung, dan bala tentaranya. Menakjingga seolah-olah tidak menghiraukan dirinya yang sedang ada di hadapan para punggawanya. Seperti orang sinting ia mengutarakan rasa rindu dendamnya kepada Dewi Kancanawungu. Para Raja taklukannya yang menghadap, mencoba mengingatkannya akan tetapi tidak dihiraukan. Kemudian datanglah Ongkotbuta dan Angkatbuta. Berdasarkan laporan kedua patih, Menakjingga memutuskan akan segera menyerang Majapahit, dengan terlebih dahulu menyerang negeri Lumajang. Dayun diutus menemui raja Bugis, Dewa Jarumuka, untuk menyampaikan rencana Menakjingga. Raja Bugis diminta menyusul ke Lumajang

Rencana Menakjingga ditentang oleh ayahnya yakni Resi Pamengger. Ia tidak setuju dengan perilaku anaknya dan berusaha menyadarkannya. Akan tetapi peringatan Resi Pamegger tidak digubris oleh Menakjingga, bahkan ia mengumpat ayahnya. Melihat kemarahan anaknya, Resi Pemengger segera pulang ke pertapaannya.

Menakjingga memutuskan menyerang Lumajang terlebih dahulu. Pasukan Blambangan segera berangkat berbondong-bondong menuju Lumajang dibantu raja Ternate Jurumuka beserta segenap bala tentaranya. Di Lumajang, Arya Menakkoncar beserta keempat istrinya serta ipar-iparnya sedang membicarakan perkembangan yang terjadi di Blambangan. Mereka bertekad akan membasmi pemberontakan Menakjingga. Selagi mereka bercakap-cakap datanglah Trunawraha melaporkan kedatangan bala tentara Blambangan serta Ternate. Menakkoncar segera mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi musuh. Dalam peperangan terdesak hebat. Bahkan Menakkoncar melarikan diri ke dalam hutan. Menakkoncar lalu mengirim utusan ke Kediri.

Adipati Sindura di Kediri mendapat tugas menghadapi musuh. Sang Adipati sedang mengadakan pembicaraan dengan Patinilla, Kebogedah. Mereka sedang menunggu-nunggu balasan surat dari Majapahit. Sementara itu datanglah utusan Adipati Menakkoncar, yakni Raden Banumaya yang mengabarkan peperangan antara pasukan Lumajang dan Blambangan, yang berakhir dengan kekalahan pihak Lumajang. Kemudian datanglah Tumenggung Nilasraya dari Majapahit membawa surat perintah Sri Ratu, supaya Adipati Sindura segera menghadapi musuh dari Blambangan. Pasukan Kediri segera dipersiapkan, kemudian berangkat ke medan perang. Arya Menakkoncar berusaha membunuh Menakjingga, yang pada waktu itu telah menduduki Kadipaten Lumajang.

Malam harinya secara sembunyi-sembunyi Menakkoncar masuk ke gedung Kadipaten diiringkan dua orang kepercayaannya. Ia berhasil masuk ke kamar tidur Menakjingga. Menakjingga yang sedang tidur pulas ditikamnya berulang-ulang, akan tetapi tidak mempan. Menakjingga mengigau, seolah-olah sedang ditunggui oleh Ratu Ayu. Hal itu membuat Menakkoncar merasa ngeri dan meninggalkan Menakjingga yang masih tetap tidur lelap. Arya Menakkoncar dikejar-kejar orang-orang Blambangan. Untunglah ia selamat dan kemudian kembali ke pesanggrahannya di dalam hutan.

Di Kadipaten Lumajang Prabu Urubesma sedang berbincang-bincang dengan para pembantunya. Ia merasa sangat kecewa karena pasukan Blambangan tidak berhasil menangkap Menakkoncar. Tiba-tiba datanglah kepala pasukan pengintai, Galagothang, yang melaporkan kedatangan pasukan Kediri di bawah pimpinan langsung Adipati Sindura. Pasukan Blambangan segera bersiap menyongsong kedatangan musuh.

Dalam peperangan yang kemudian berkobar dengan dahsyatnya, pasukan kediri selalu terdesak. Para pimpinan pasukan yang saling berhadapan mengadu kesaktian, juga menunjukkan bahwa pihak Kediri selalu kalah, bahkan banyak yang tewas. Adipati Sindura berhadapan langsung dengan Prabu Urubesma. Adipati Kediri itu sangat kuat dan sakti. Ia menggunakan gada pusakanya dalam melawan Menakjingga, akan tetapi musuhnya tidak dapat dilukainya. Kemudian ia mencabut pohon beringin, lalu dihantamkan kepada Menakjingga. Pohon beringin itu hancur. Menakjingga dilemparkan hingga jatuh tunggang langgang. Akan tetapi Menakjingga datang kembali bersenjata Gada Besi Kuning. Adipati Sindura terkena pukulan Gada Besi Kuning roboh dan tewas seketika.

Damarwulan

Damarwulan adalah anak seorang bekas patih Majapahit yakni Udara. Ia dilahirkan dan dibesarkan di desa Paluhamba di bawah asuhan ibu dan kakaknya Begawan Mustikamaya. Setelah dewasa ia mengabdi pada pamannya, Patih Logender sebagai tukang kuda. Dalam pengabdiannya itu meskipun masih kemenakannya sendiri, oleh Logender Damarwulan diperlakukan sebagai budak saja dengan segala penderitaan menerima azab dan penghinaan . Sikap laku seluruh keluarga Logender pun demikian pula, kecuali Anjasmara, anak perempuan Ki Patih, yang menaruh hati kepada Damarwulan. Kemudian Patih Logender terpaksa melepas Anjasmara untuk diperistri Damarwulan, meskipun hatinya tidak rela. Sementara kerajaan Majapahit dilanda pemberontakan Minakjingga, Adipati Blambangan, yang menyatakan diri sebagai raja berdaulat bergelar Prabu Urubisma. Tetapi maksud Minakjingga sebenarnya ingin memperistri Prabu Kenya Kencanawungu, Ratu yang berkuasa di Majapahit, sekaligus merebut tahta kerajaannya. Peperangan Majapahit – Blambangan tidak dapat dihindarkan. Ternyata Minakjingga terlalu sakti untuk dikalahkan. Balatentara Majapahit kocar-kacir, tiada terhitung lagi jumlah prajurit yang tewas, dan banyak pula panglima dan perwiranya gugur, termasuk Ranggalawe andalan Majapahit. Prabu Kenya sudah hampir berputus asa ketika tiba-tiba mendapat wangsit dari Dewa, bahwa yang mampu membasmi Menakjingga adalah Damarwulan. Maka Damarwulan pun diangkat menjadi panglima perang. Dan Minakjingga akhirnya dapat dibunuh.
Setelah pemberontakan dipadamkan, masih terjadi lagi penghianatan terhadap Damarwulan oleh saudara sepupunya sendiri. Layangseta dan Layangkumitir, anak laki-laki Patih Logender. Tetapi penghianatan ini akhirnya pun dapat diatasi. Atas jasa-jasanya Damarwulan mendapat pahala naik tahta kerajaan Majapahit dan memperistri Prabu Kenya Kencanawungu.