Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta datang ke Majapahit membawa surat lamaran dari Minakjingga kepada Dewi Kencanawungu. Kedatangan mereka bertepatan waktunya dengan hari penghadapan di Majapahit, yang juga sedang membicarakan masalah Blambangan. Sudah terbetik berita bahwa Menakjingga menyatakan dirinya sebagai raja. Hal itu diperkuat pula oleh laporan Adipati Sindura, yang selain melapor juga menunggu perintah raja dalam menanggapi perkembangan di Blambangan.
Surat lamaran dari Blambangan dirobek-robek oleh Dewi Rarasati, dan dikembalikan. Dewi Kencanawungu memerintahkan Dewi Rarasati supaya membalas surat laporan Adipati Kediri, dan mengirimkan berita pula ke Tuban. Sementara itu Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta yang hanya menerima robekan surat segera meninggalkan balairung Majapahit, namun mereka dikejar oleh beberapa pasukan Majapahit di bawah pimpinan Layangseta dan Layangkumitir. Perang antara Layangseta-Layangkumitir melawan Ongkotbuta-Angkatbuta terjadi. Mereka saling mendesak, akan tetapi sebelum ada salah satu pihak yang terkalahkan, Patih Ongkotbuta dan Angkatbuta segera kembali ke Blambangan.
Di Blambangan Menakjingga sedang dihadap oleh Dewagung Baudenda, Carangwaspa, Walikrama, R. Panatasingron, Wijanarka, Sarijana, menakpangseng, Kalingkung, dan bala tentaranya. Menakjingga seolah-olah tidak menghiraukan dirinya yang sedang ada di hadapan para punggawanya. Seperti orang sinting ia mengutarakan rasa rindu dendamnya kepada Dewi Kancanawungu. Para Raja taklukannya yang menghadap, mencoba mengingatkannya akan tetapi tidak dihiraukan. Kemudian datanglah Ongkotbuta dan Angkatbuta. Berdasarkan laporan kedua patih, Menakjingga memutuskan akan segera menyerang Majapahit, dengan terlebih dahulu menyerang negeri Lumajang. Dayun diutus menemui raja Bugis, Dewa Jarumuka, untuk menyampaikan rencana Menakjingga. Raja Bugis diminta menyusul ke Lumajang
Rencana Menakjingga ditentang oleh ayahnya yakni Resi Pamengger. Ia tidak setuju dengan perilaku anaknya dan berusaha menyadarkannya. Akan tetapi peringatan Resi Pamegger tidak digubris oleh Menakjingga, bahkan ia mengumpat ayahnya. Melihat kemarahan anaknya, Resi Pemengger segera pulang ke pertapaannya.
Menakjingga memutuskan menyerang Lumajang terlebih dahulu. Pasukan Blambangan segera berangkat berbondong-bondong menuju Lumajang dibantu raja Ternate Jurumuka beserta segenap bala tentaranya. Di Lumajang, Arya Menakkoncar beserta keempat istrinya serta ipar-iparnya sedang membicarakan perkembangan yang terjadi di Blambangan. Mereka bertekad akan membasmi pemberontakan Menakjingga. Selagi mereka bercakap-cakap datanglah Trunawraha melaporkan kedatangan bala tentara Blambangan serta Ternate. Menakkoncar segera mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi musuh. Dalam peperangan terdesak hebat. Bahkan Menakkoncar melarikan diri ke dalam hutan. Menakkoncar lalu mengirim utusan ke Kediri.
Adipati Sindura di Kediri mendapat tugas menghadapi musuh. Sang Adipati sedang mengadakan pembicaraan dengan Patinilla, Kebogedah. Mereka sedang menunggu-nunggu balasan surat dari Majapahit. Sementara itu datanglah utusan Adipati Menakkoncar, yakni Raden Banumaya yang mengabarkan peperangan antara pasukan Lumajang dan Blambangan, yang berakhir dengan kekalahan pihak Lumajang. Kemudian datanglah Tumenggung Nilasraya dari Majapahit membawa surat perintah Sri Ratu, supaya Adipati Sindura segera menghadapi musuh dari Blambangan. Pasukan Kediri segera dipersiapkan, kemudian berangkat ke medan perang. Arya Menakkoncar berusaha membunuh Menakjingga, yang pada waktu itu telah menduduki Kadipaten Lumajang.
Malam harinya secara sembunyi-sembunyi Menakkoncar masuk ke gedung Kadipaten diiringkan dua orang kepercayaannya. Ia berhasil masuk ke kamar tidur Menakjingga. Menakjingga yang sedang tidur pulas ditikamnya berulang-ulang, akan tetapi tidak mempan. Menakjingga mengigau, seolah-olah sedang ditunggui oleh Ratu Ayu. Hal itu membuat Menakkoncar merasa ngeri dan meninggalkan Menakjingga yang masih tetap tidur lelap. Arya Menakkoncar dikejar-kejar orang-orang Blambangan. Untunglah ia selamat dan kemudian kembali ke pesanggrahannya di dalam hutan.
Di Kadipaten Lumajang Prabu Urubesma sedang berbincang-bincang dengan para pembantunya. Ia merasa sangat kecewa karena pasukan Blambangan tidak berhasil menangkap Menakkoncar. Tiba-tiba datanglah kepala pasukan pengintai, Galagothang, yang melaporkan kedatangan pasukan Kediri di bawah pimpinan langsung Adipati Sindura. Pasukan Blambangan segera bersiap menyongsong kedatangan musuh.
Dalam peperangan yang kemudian berkobar dengan dahsyatnya, pasukan kediri selalu terdesak. Para pimpinan pasukan yang saling berhadapan mengadu kesaktian, juga menunjukkan bahwa pihak Kediri selalu kalah, bahkan banyak yang tewas. Adipati Sindura berhadapan langsung dengan Prabu Urubesma. Adipati Kediri itu sangat kuat dan sakti. Ia menggunakan gada pusakanya dalam melawan Menakjingga, akan tetapi musuhnya tidak dapat dilukainya. Kemudian ia mencabut pohon beringin, lalu dihantamkan kepada Menakjingga. Pohon beringin itu hancur. Menakjingga dilemparkan hingga jatuh tunggang langgang. Akan tetapi Menakjingga datang kembali bersenjata Gada Besi Kuning. Adipati Sindura terkena pukulan Gada Besi Kuning roboh dan tewas seketika.