Mayangkara

Jejer negeri Mamenang atau widarba, prabu Jayabaya duduk disinggasana dihadap putranda Raden Jayahamijaya, dan patih Suksara. Pembicaraan tentang putrinya raja dewi sasanti, dewi Prawuni dan dewi Pramesti, setelah dewasa banyak peminangnya, sehingga merepotkan dalam pemikirannya. Bahkan raja 1000 negeri telah mengajukan peminangan.

Datanglah utusan dari negeri Selauma, punggawa raja prabu Yaksadewa yang bernama ditya Kala Rudraksa Madya, yang menghadap raja menghaturkan surat lamaran dari raja yaksadewa terhadap ketiga putri tersebut. Raden Jayahamijaya tidak memperbolehkan, maka terjadilah pertengkaran, utusan mundur mengancam.

Raja memperingatkan supaya raden Jayahamijaya berhati-hati melawan raksasa. Pasewakan bubaran, raja masuk istana, Gapuran terus ke kenyapuri
Adegan keputrian, permaisuri raja dewi Sutiksnawati dihadap putrinda raja bertiga. Raja masuk istana, para putri menjemputnya. Setelah semuanya duduk diudyana keputrian raja membicarakan utusan dari Selauma dan Jayahamijaya yang akan melawan utusan raksasa dari selauma. Kemudian raja akan bersemadi, bedolan.

Adegan Pasowanan Jawi, raden Jayahamijaya patih Suksara, Harya Drewayana, Harya Drewasana, beserta parajurit. Pembicaraan tentang akan melawan raksasa utusan dari negeri Selauma, setelah bersiap sedia, lalu berangkat ke perbatasan negeri, budalan kapalan, dilanjutkan prang ampyak.
Adegan barisan raksasa dari Selauma, bernama Ditya Gorasabda, Ditya Mohita, dan Ditya Lontoweni serta abdi Wrekosa dan Wrekangsa, alias Punjamantri dan Jamamantri. Datanglah Rudraksa Madya yang memberitahukan bahwa lamaran raja ditolak. Diterima tetapi bila dapat mengalahkan raden Jayahamijaya. Para raksasa mempersiapkan diri, lalu berangkat menyerang negeri Widarba. Sehingga terjadilah peperangan dengan kekalahan raden Jayahamijaya, lalu mencari bantuan.

Adegan Raden Amengjaya satria dari Yawastina ditengah hutan diikuti oleh para punakawan semar, Gareng, Petruk. Sang raden susah karena negerinya dalam kesulitan, yaitu rakyat yang sakit dan sukar penghidupannya. Dewa memberitahukan bahwa kesulitan keadaan itu karena raja yang memerintahkan masih jejaka, yang mengakibatkan panasnya suasana. Raden Amengjaya kembali ke Yawastina. Dalam perjalanan dihadang para raksasa sehingga terjadilah perang kembang para raksasa dapat dikalahkan.

Di pertapaan Kendalisada, Begawan Mayangkara dihadap cantrik. Percakapan tentang sang begawan yang sudah merasa bosan hidup didunia karena terlalu lama. Begawan Mayangkara lalu meraga sukma, suksmajati naik kedewataan dan ragajati ditinggalkan.
Adegan Batara Guru dihadap Batara Narada, Batara Indra dan Yamadipati. Pembicaraan tentang gara-gara kahyangan yang disebabkan begawan Mayangkara yang belum waktunya mati telah mendahului ketentuan dewa. Yamadipati diperintahkan mengadili para suksma yang akan naik kesurga atau keneraka. Narada dan para dewa diperintahkan untuk mengembalikan Mayangkara.
Yamadipati memutusi sukma yang menghadap ke Yamani atau ke Sorga. Pertama sukma orang mati melahirkan anak yang baik hati, meskipun dicoba sebagai ganti bayinya seekor ulat yang besar, namun sukma tersebut tetap tabah, sehingga diperkenankan naik ke sorga bersama dengan bayinya. Kedua seorang yang suka serong, yang akhirnya diperintahkan melalui jembatan ogal-agil, akhirnya jatuh kedalam jurang yang terus ke neraka. Ketiga seorang sukma kedi yakni seorang wanita yang tidak pernah menjalani haid diperintahkan memegang wuluh gading lalu diuntir akhirnya sukma marah-marah dan dikutuk jadi burung Cekaklak, dan dikutuk jangan sampai minum air bila tidak ada air digowok. Kemudian datanglah Mayangkara ditolak para dewa tidak mau sehingga menjadi peperangan, Narada memberi penjelasan kepada Mayangkara bahwa tugasnya didunia belum selesai, yaitu harus mempersatukan negeri Yawastina dengan Widarba dengan jalan mengawinkan raja Yawastina prabu Astradarma, Amengjaya dan Jayadirana dengaan putri Widarba dari Sasanti, Pramuni dan Pramesti. Setelah ada penjelasan tersebut Mayangkara puas, lalu kembali.

Di pertapaan Kendalisada ragajati begawan Mayangkara, datanglah suksma jati Mayangkara. Keduanya ragu-ragu, lalu bantah atau berceritera tentang pengalaman hidupnya, yang akhirnya keduanya suksma jati dan ragajati teringat, maka suksma lalu masuk keraga, lalu Mayangkara pergi ke Jawastina melaksanakan perintah dewa.

Di negeri Yawastina, prabu Erangbaya atau prabu Astradarma, dihadap adiknya Rd. Jayakirana dan Rd. Amengdjaya,yang baru pulang dari bepergian dan juga menghadap punakawan Semar, Gareng, Petruk. Percakapan tentang keadan negeri. Amengjaya menjelaskan bahwa bila rakanda raja mau kawin, mungkin kesulitan negeri akan hilang. Datanglah begawan Mayangkara yang menjelaskan mendapat tugas dari dewa untuk melaksanakan mengawinkan raja Yamastina beserta saudara-saudaranya dengaan puteri Widarba. Setelah raja menyetujui maka dibawnya raja dengan saudaranya ke Widarba dalam kancing. Ditengah jalan Mayangkara berjumpa dengan Raden Jayahamijaya yang mencari bantuan. Mayangkara menyanggupkan diri. Terus berangkat ke Widarba. Raksasa utusan dari Selauma diserang oleh begawan Mayangkara hingga tewas,Mayangkara lalu dihadapkan Prabu Jayabaya oleh Rd. Jayahamijaya dan akan dikawinkan.

Adegan keputrian Dewi Sasanti, Dewi Pramuni dan Dewi Pramesti, datanglah prabu Jayahamijaya membawa begawan Mayangkara, yang lalu dikawinkan, dan prabu Jayabaya keluar, para putri menangis karena dikawinkan dengan kera. Lalu begawan Mayangkara mengeluarkan raja Yawastina beserta kedua saudara nya yang lalu oleh Mayangkara dikawinkan Prabu Astradarma dengan Dewi Sasanti, Rd. Amengjaya dengan Dewi Pramuni dan Rd. Jayakirana dengan Dewi Pramesti. Raden Jayahamijaya salah pengertian dikira para kesatria dari Yawastina tersebut pencuri, terjadilah peperangan, lalu dijelaskan oleh Mayangkara yang akhirnya Jayahamijaya menyerah.

Adegan negeri Selauma, prabu Yaksadewa dihadap patih Dendamaya dan tumenggung Mandramadya. Percakapan tentang utusan yang tidak ada baritanya. Pujamantri dan Jamamantri datang melapor bahwa utusan raksasa dari Selauma mati semua. Prajurit Selauma mati oleh Raden Amengjaya dan Pudraksa Madya mati oleh begawan Mayangkara. Raja sangat marah, lalu menyerang negeri Widarba. Pertempuran di Widarba Prabu Yaksadewa melawan bagawan Mayangkara, semula Yaksadewa kalah, lalu Batara Brahma datang membantu menjadi gada. Mayangkara dipukul gada malihan Batara Brahma matilah sang Mayangkara. Prabu Jayabaya marah,Yaksadewa mati. Para prajurit mengamuk atas kematian rajanya, tetapi kalah semua oleh wadya Widarba.

Adegan di Widarba Prabu Jayabaya dihadap menantu Prabu Astradarma, Raden Amengjaya, Raden Jayakirana beserta putranda Jayahamijaya. Karena semua kesulitan negeri sudah hilang, maka raja mengadakan pesta.. Tancep kayon.
Contoh Wayang Madya dari Ngasinan, Gondangwinangun, Klaten, sebagia experimen pementasan di Konservatori Karawitan Indonesia di Surakarta pada tanggal 10 Januari 1970.

Kelahiran Gendrayana

Di negara Astina Prabu Yudayana duduk di istana di atas singgasana dihadap patih Dwara, Harya Sanja, Harya Karsula. Percakapan sekitar muksanya ramandaraja Prabu Parikesit yang digigit ular naga raja Taksacila. Raja akan membalas dendam dengan menghancurkan semua tempat-tempat ular tanpa perhitungan mana yang salah dan tidak. Patih menerangkan bahwa di Gadamadana dan Tikbrasara adalah tempat bekas untuk bersemedi eyangnya buyut Raden Arjuna ketika sehabis kematian Dewi Banowati, yaitu yang terletak dibarat daya gunung Candramuka atau Candrageni dimana banyak ular besar-besar. Raja lalu memerintahkan untuk segera ketempat tersebut. Beliau sendiri akan melaksanakan penumpasan ular deserta para prajurit sakti. Patih dan empat orang saudara raja diperintahkan menunggu kerajaan. Patih Danurweda dan para harya panekarnya yang diperkenankan turut serta. Pertemuan selesai.

Sementara itu di Datulaya, Prameswari Dewi Gendrawati yang sedang hamil muda dihadap para ceti menanti kembali raja dari singgasana. Kemudian raja kembali dan dijemputnya bersama dayang-dayang, setelah duduk membicarakan maksud raja akan Gadamadana. Permaisuri bersama-sama para dayang mengadakan persiapan untuk raja.

Di luar istana Patih Dwara, diiringi harya Sanjata Turun dari sitinggil bertemu dengan patih Danurweda deserta senapati para saudara raja yaitu Prabu ramayana, Harya Prabu Ramaprawa, harya Prabu Prawasata. Setelah mengadakan pembagian kerja, lalu budalan.

Raja negeri Jongparang, Prabu Kalaprahara duduk dipendapa agung dihadap yaksi Niken Putagmi, Patih Kala Barada. Yang dibicarakan raja sekitar kematian Dahyang Suwela oleh Prabu Yudayana. Raja bermaksud membalas akan membunuh prabu Yudayana. Diberitahukan oleh Putagsi bahwa Yudayana baru pergi ke Gadamadana. Raja memanggil raksasa senapati dan memerintahkan mencari dan membunuh Yudayana. Prajurit berangkat, pertemuan bubaran. Jalannya prajurit dari Jongparang ternyata berjumpa dengan prajurit Hastina, maka terjadilah perang gagal. Akhirnya bersimpangan jalan.

Di Banyutinalang prabu Ramayana dengan permaisuri dewi Suhsetya, beserta abdi kinasih Jumput dan Cleput. Pembicaraan tentang rakanda raja Yudayana yang pergi ke Gadamadana akan menghancurkan ular besar tanda pembalasan kematian ayahanda. Sang Ramayana tidak enak hatinya, lalu menyusul ke Gadamadana disertai dengan kedua abdi kinasih.

Ditengah hutan berpapasan dengan prajurit raksasa dari Jongparang, terjadilah peperangan (perang kembang) dengan berakhir kematian seluruh raksasa. Pujamantri
dan Jamamantri lari akan lapor peristiwa tersebut kepada rajanya. Prabu Ramayana dengan Jumput dan Celeput terus ke Gadamadana.

Prabu Yudayana ditengah hutan Gadamadana dihadap patih Danurweda, harya Sanjaya, Harya Sudrasta, harya Karsula pepak para harya. Raja mulai memerintahkan untuk menebas hutan Tikbrasara dan Gadamadana.

Para harya segera melaksanakan perintah raja, dan ternyata banyak ular-ular besar, sehingga para harya berkelahi dengan ular. Raja melihat hal tersebut lalu melepaskan jemparing untuk membunuh ular-ular tersebut, sehingga semua ular disitu mati semua.

Tempat bekas untuk semedi eyangnda buyut Raden Arjuna diperintahkan raja untuk diperbaiki. Kemudian raja menanyakan lagi dimana tempat atau pusat ular yang besar-besar itu. Patih Danurweda menerangkan bahwa dikaki gunung Mahendra banyak sekali ular hingga sebagai siluman, rajanya terkenal bernama naga raja Taksakasarana. Raja Yudayana lalu memerintahkan berangkat ke gunung Mahendra. Dalam hati amatlah termangu-mangu dan gelap rasanya, tetapi karena beliau mengingat sebagai raja besar (binatara), maka harus tidak mundur kemauannya karena sesuatu hal. Para harya sesampainya di tempat diperintahkan oleh raja menebas hutan den setelah hutan ditebas ularpun nampak banyak sekali. Para harya segera serang-menyerang dengan ular dan raja memanahi satu persatu. Kemudian prabu Yudayana melihat ular berbadan sebagai emas yang lari, dan dikerjakanlah ular itu, hingga beliau pisah dengan para harya. Para santana Ngastina setelah kehilangan rajanya menjadi kacau, dan datanglah Prabu Ramayana yang segera mengajak bersama-sama mencari prabu Yudayana didalam jurang, disemak-semak dsb. Tetapi ternyata tidak ketemu. Diceritakan raja Prabu Yudayana yang mengejar ular kencana tadi ternyata ular hilang, dan nampaklah seorang gadis yang berparas cantik. Raja menanyakan namanya, tetapi tidak dijawab dan tampaklah ada istana yang indah pula, dan putri tersebut masuk istana yang indah pula. Putri tersebut masuk istana, sang raja dengan ragu-ragu tertingal. Kemudian datanglah raja Pandita Sarana. Dalam percakapan raja menanyakan wanita cantil tadi, sang pendeta menjawab bahwa ia anaknya bernama Dewi Sarani. Akhirnya terlaksana raja Yudayana dikawinkan dengan Dewi Sarani. Setelah beberapa waktu disitu, raja ingat pada wadya yang ditinggalkan, maka beliau minta diri kembali berkumpul dengan para wadya. Sang raja sebelumnya diberi ilmu kesaktian, dan sang pendeta mengaku raja para naga bernama Nagaraja Sarana, dan isterinya sang raja Yudayana yang baru dikawinkan itu juga ular bernama naga Sarani. Sang Naga Raja lalu tiwikrama jadi ular besar sekali, kepala sampai dilangit dan ekor masuk kedalam bumi. Raja Yudayana sangat takut dan menyerahkan diri. Raja Yudayana sanggup dan berjanji menepati. Naga Sarana lalu jadi pendeta lagi dan memberikan pelajaran jayakawijayan dan kesantikan. Selesai pelajaran raja diperkenankan kembali.

Ramayana, patih Danurweda dan para harya Ngastina yang telah lelah mencari raja tidak ketemu. Kemudian prabu Yudayana datang kembali, semua bersuka ria. Raja menceriterakan apa-apa yang dialami, lalu budalan kembali ke Hastina.

Di negeri Gendara Prabu Gendraprawa, cucu patih Sangkuni, dihadap patih Gendraruci, adik raja sendiri. Pembicaraan sekitar adinda Dewi Gendrawati yang telah hamil tua ditinggalkan raja Yudayana yang pergi kehutan Tikbrasara belum kembali. Raja memerintahkan para wadya untuk bersiap-siap berangkat ke negeri Hastina Sekarang juga. Raja dan para wadya berangkat ke Hastina.
Di Ngastina patih Dwara menemui tamu prabu Gendraprawa. Kemudian prabu Yudayana bersama prajurit pulang kembali. Setelah bercakap-cakap sebentar, parekan lapor bahwa permaisuri raja akan melahirkan putera. Raja Yudayana dan Prabu Gendraprawara masuk istana.

degan di keputrian Dewi Gendrawati, ditunggui Prabu Yudayana dan ramanda permaisuri Dewi Gendrawati, Prabu Gendraprawa. Akhirnya permaisuri raja melahirkan seorang putra diberi nama Rd. Gendrayana. Negeri Hastina mengadakan pesta besar.

Di Jongparang Prabu Kala Prahara, dihadap para wadya lengkap. Raja menerima laporan dari Pujamantri dan Jamamantri hal raksasa utusan semua mati hutan oleh prajurit Hastina yang bernama Prabu Ramayana. Raja lalu berangkat dengan para wadya menyerang negeri Hastina.

Adegan Ngastina, Prabu Yudayana, Prabu Gendraprawa, patih Dwara dan para harya lengkap, raja mengumumkan bahwa putranda diberi nama Rd. Gendrayana. Kemudian musuh datang menyerang. Para wadya tanding dengan raksasa kalah. Prabu Kala Prahara akhirnya bertanding dengan raja Yudayana sendiri, berakhir dengan kematian raja raksasa karena kena jemparing Yudayana. Raksasa prajurit semua mati oleh para harya di Hastina terutama

patih Danurweda. Peperangan berhenti, raja dan para sentana berkumpul berandrawina. Tancep kayon.

Sumber dari R.M. Suwito dan Ki Pramugari

Babad Mamenang

Di negara Ngastina, Prabu Sudarsana siniwaka, dihadap Patih Sundaja, Brahmana Kestu, senapati Harya Padmayana; yang dibicarakan dalam siniwaka tersebut ialah selama Prabu Gendrayana meninggalkan negeri Ngastina tidak ada berita. Patih Sunjaya diperintahkan oleh raja untuk mencari kabar tentang kakanda Gendrayana, dan diharapkan untuk mengetahui sendiri tempat tinggal kakanda raja. Pertemuan lalu dibubaran.

Prabu Sudarsana kembali keistana, dijemput Prameswari raja Dewi Padmasari, dihadap oleh para parekan ceti serta dayang-dayang kraton. Dalam pembicaraan raja dengan prameswari tidak lain persoalan apa yang dibicarakan didalam sitinggil. Raja lalu memerintahkan membersihkan sanggar palanggatan, untuk semedi. Bubaran.

Diluar istana, Patih Sunjaya dengan brahmana Kestu, Harya Padmayana, Harya Suweda (punggawa), harya widagda, harya Prahasana dan harya Warsaya. Patih memerintahkan pembagian pekerjaan, bagian yang tinggal menjaga keamanan negara dan bagian yang mengikuti melaksanakan perintah raja. Kemudian budalan dengan mengendarai kuda, dilanjutkan perang ampyak.

Adegan negeri Iman-Imantaka, prabu kala Drawayana dihadap emban yeksi sekeli dan punggawa raksasa. Pembicaraan sekitar meninggalnya ayahanda raja yang terbunuh oleh Prabu Gendrayana, raja di Hastina. Raja Drawayana akanmenuntutbalas. Emban sekeli memberitahukan bahwa gendrayana telah tidak berdiam lagi di Hastina, ia telah pergi dan digantikan adiknya bernama Prabu Sudarsana. Raja memerintahkanprajurit untuk mencari tempat tinggal Prabu Gendrayana. Prajurit raksasa yang mendapat tugas segera berangkat, pertemuan bubaran.
Diluar kraton para raksasa prajurit yang akan melaksanakan tugas dari raja mencari Prabu Gendrayana, setelah persiapan selesai maka berangkatlah mereka. Dalam perjalanan barisan dari iman-imantaka berjumpa dengan barisan Hastina, terjadilah perselisihan, akhirnya bersimpangan jalan.

Adegan ditengah hutan, resi Budda sedang bersemedi didaerah Mamenang. Sang Hyang Wisnu datang dan menanyakan maksud sang resi. Jawab resi, ia sedih karena negerinya direbut oleh adiknya sendiri yang arya Kanda. Sang Hyang Wisnu belas kasihan, maka lalu menitís kepada resi Budha untuk dapat sejiwa dengan Gendrayana. Sebelum menitís Sang Hyang Wisnu memberikan wuluh gading berisi peralatan negara Widarba, artinya berisi peralatan negara Widarba, untuk diberikan kepada Gendrayana. Setelah wuluh gading diterima resi Budha, Batara Wisnu menitís, resi Budha lalu pergi mencari Gendrayana.

Di pertapaan Wukir Manimaya, resi Sedana dihadap anaknda bernama Bambang Sumeda. Bambang Sumeda ingin mengabdi ke raja Ngastina, diperkenankan oleh sang resi, lalu permisi berangkat dengan segera, disertai dua Punakawan yaitu Balsa dan Geyot. Kemudian adiknya Bambang Suseno datang minta diri untuk turut dan menyusul kakanya, juga diizinkan oleh sang resi dan segera berangkat.
Adegan prajurit raksasa ditengah hutan sedang mencari Gendrayana. Prajurit raksasa dari Iman-imantaka tersebut melihat Bambang Sumeda lalu ditengah hutan, maka segera dihadang. Akhirnya menjadi perselisihan dan terjadilah peperangan. Prang Sekar. Bambang Sumeda dibantu saudaranya Bambang Susena. Raksasa mati semuanya. Bambang kedua dan punakawan melanjutkan tujuannya kenegeri Hastina.
Di tengah hutan Mamenang, Prabu Gendrayana dihadap patih Sutiksna dan raja Giliwesi, Prabu Sri Prawata. Dalam percakapan membicarakan bahwa sampai kini Belum mendapat tempat yang baik untuk membuat kota atau negeri. Ditengah-tengah pembicaraan datanglah patih Sunjaya yang diutus adinda raja Prabu Sudarsana untuk mencari dan mengetahui tempat tinggal raja Gendrayana. Kemudian datanglah resi Buda mengaturkan wuluh gading isi negeri Widarba yang telah diletakkan ditengah hutan Mamenang. Prabu Gendrayana dengan semua prajurit ingin melihatnya. Sangat keheran-heranan sang raja melihat kelengkapan negeri Widarba pemberian batara Wisnu dengan perantaraan Resi Budha. Resi Budha minta diuntapkan ke surga loka. Prabu Gendrayana sanggup, dengan perantaraan keris Kyai Pulangeni, resi Budha dapat muksa berupa sinar dan berubah menjadi buah mempelam talijiwa, yang dapat dipegang oleh raja Gendrayana dan terus diberikan kepada istrinya. Wisnupun telah menitís kepadanya. Raja Gilingwesi dan patih Sunjaya diperkenankan kembali ketempat masing-masing.
Di negara Hastina Prabu Sudarsana duduk disinggasana di hadap Brahmana Kestu dan Harya Padmayana. Datanglah patih Sunjaya melaporkan tentang kedudukan kakanda raja Gendrayana. Sebelumnya datang dahulu Bambang Sumeda dan Bambang Susena mohon mengabdi di Hastina, dan diterima oleh raja, serta diangkat sebagai punggawa di Hastina. Setelah selesai raja menerima laporan patih lengkap, maka raja ingin berangkat sendiri menemui kakanda raja di widarba.

Adegan Kahyangan Suralaya, Batara Guru duduk dibalai Marcukandamanik dihadap batara Narada dan para dewa. Yang dibicarakan adanya gara-gara. Batara Narada menerangkan bahwa gara-gara ini karena resi Kombayana minta kaluhuran. Batara Guru memerintahkan untuk menangkap sang Kombayana. Batara akan juga menyaksikan. Kombayana akhirnya dapat dibanjut dewa.

Adegan Iman-imantaka, Prabu Drawayana dihadap emban Sekeli. Percakapan tentang tidak adanya berita utusan prajurit raksasa. Wijamantri dan Jamamantri datang melaporkan tentang kematian para raksasa. Raja marah dan segera akan berangkat mencari prabu Gendrayana. Emban sekeli menganjurkan minta bantuan adinda raja prabu Nirbita, raja di Martikawata. Raja Drawayana setuju terus budalan

Adegan negeri Martikawata. Prabu Nirbita dihadap adinda raja Harya Niswata dan patih Nirbaya. Percakapan raja sekitar kemauannya hendak kawin lagi supaya isterinya lengkap berjumlah domas. Adinda tidak setuju. Datanglah raja Drawajana minta bantuan untuk dapat membunuh raja Hastina bila dapat negeri tersebut terserah adanya. Nirbita menyanggupi, Drawayana kembali ke Iman-imantaka, dan Prabu Nirbita berangkat menyerang negeri Hastina.

Adegan Widarba, prabu Gendrayana menemui adinda raja hastina prabu Sudarsana yang sangat rindu pada kakanda. Setelah semuanya terdapat selamat dan bahagia, maka prabu Sudarsana diperkenankan pulang. Dalam perjalanan pulang Prabu Sudarsana bertemu dengan Prabu Nirbita. Terjadilah peperanganm dengan berakhir kematian Nirbita beserta para prajurit pengiringnya.

degan Ngastina Prabu Sudarsana menerima kedatangan Harya Niswata yang takluk karena kakanda raja prabu Nirbita telah mati dipeperangan. Harya Niswata menyerahkan segala kekayaa kraton Martikawata. Setelah penyerahan diri Niswata diterima, kekayaan dikembalikan, maka Niswata diangkat menjadi raja pengganti prabu Nirbita di Iman-imantaka. Kemudian raja Sudarsana mengadakan jamuan dan pesta atas kemenangan tersebut dengan lengkap para punggawa. Tancep kayon.