Ki Ageng Pengging 1

Seorang pengikut Sunan Kudus mendahului perjalanan menuju Desa Pengging. Di tengah jalan dia bertemu dengan seorang laki-laki dan seorang wanita. Kedua orang itu pengikut Sunan Kudus menanyakan mana desa tempat ia bertemu. Lelaki yang ditanya menjelaskan bahwa desa itu belum ada namanya. Selain itu memberi keterangan bahwa banyak penduduk yang tidak berani keluar rumah karena semalam mendengar suara harimau. Karena inilah pengikut Sunan Kudus memberi nama desa itu ” Sima”. Ia juga menjelaskan bahwa suara itu bukan suara harimau tetapi suara bendhe pusaka Kasultanan Demak yang ditabuh, suara bagaikan suara harimau mengaung-ngaung.

Setelah itu pengikut Sunan Kudus melanjutkan perjalanannya. Di suatu desa dia bertemu dengan seorang laki-laki. Kepadanya ia menanyakan arah ke desa Pengging serta nama desa yang di lewatinya itu. Ia mendapat keterangan bahwa desa itu belum ada namanya. Karena ia diberi air minum yang dapat menghilangkan dahaganya, maka desa itu diberi nama Banyudana yang artinya berderma air.

Di kadipaten Pengging Ki Ageng Pengging dihadap oleh para santrinya menerima kedatangan Nyi Ageng Tingkir. Penyerahan itu dipilih waktu bersamaan dengan upacara khataman. Pada upacara khataman tersebut diselenggarakan pertunjukan kesenian berupa tari dan wayang kulit Sadat.
Sunan Kudus datang ke Pengging saat pendadaran sedang berlangsung. Beliau mengingatkan akan janji yang pernah diucapkan oleh Ki Ageng Pengging tiga tahun yang lalu, bahwa KI Ageng akan menghadap Sultan Demak. Ternyata Ki Ageng tetap tidak mau menepati janjinya, dengan alasan bahwa Ki Ageng bukan adipati lagi, tetapi hanya rakyat biasa yang tidak perlu menghadap kepada raja. Sunan Kudus dapat menerima alasan Ki Ageng Pengging, tetapi Sultan Trenggana tidak dapat menerima alasan itu, dan beliau bermaksud ingin menghukum mati Ki Ageng Pengging lewat Sunan Kudus. Dikarenakan tuduhan yang diberikan kepada ki Ageng cukup berat yaitu: Pertama, ia dianggap ingkar janji tidak menghadap raja. Kedua,ia dituduh menyebarkan ajaran Syeh Siti Jenar.

Sunan Kudus melihat dan beranggapan bahwa apa yang dikerjakan Ki Ageng tersebut tidak menyimpang dari ajaran Islam yang baik dan benar yaitu sunnah wal jamangah, maka Sunan Kudus mengambil kebijaksanaan dengan melukai atau menggores siku tangan Ki Ageng serta melepas jubah yang telah terkena darah. Selain itu Ki Ageng disarankan untuk berganti nama dan meninggalkan daerah Pengging serta supaya mendirikan padepokan baru. Para santri mengira Ki Ageng pengging telah wafat, karena menemukan baju jubah Ki Ageng yang penuh darah.

Di padhukuhan Tingkir Mas Karebet atau Jakatingkir diasuh Ki dan Nyi Ageng Tingkir hingga dewasa. pada saat itu, Sultan Demak memerintahkan Jaka Tingkir untuk memimpin tes penerimaan prajurit baru Demak. Nyi Ageng Tingkir mengutus Kasan mengantarkannya.

Di Demak Sultan Trenggana mengadakan musyawarah bersama dengan Sunan Giri, Sunan Drajat, dan Raden Patah untuk menentukan rancangan penerimaan prajurit Demak dalam rangka menghadapi serangan musuh dari Barat. Mereka sepakat segera mengadakan tes penerimaan prajurit baru yang dipimpin oleh Jaka Tingkir. Dalam penyelenggaraan itu ada salah salah satu persyaratan yang tidak boleh dilanggar, baik oleh pengetes maupun oleh peserta tes, yaitu tidak boleh bertindak yang menyebabkan kematian.

salah seorang peserta tes ada yang sangat sakit, bernama Dhadhung Awuk. hal itu membuat jaka Tingkir kerepotan dan terpaksa menggunakan senjata sadat, sehingga menyebabkan Dhadhung Awuk meninggal dunia. Tindakan Jaka Tingkir ini tidak berkenan di hati Sultan Trenggana, sehingga beliau menjatuhkan hukuman kepada Jaka Tingkir supaya pergi meninggalkan kerajaan Demak.Di tengah perjalanan Jaka Tingkir bertemu dengan Sunan Kudus. Sunan Kudus memberitahukan kepada Jika Tingkir bahwa orang tuanya masih hidup dan menyuruh Jaka Tingkir agar mencarinya.

Di Padhukuhan Butuh Ki Ageng dan Nyi Ageng Pengging telah lama tinggal di padukuhan Butuh. Setiap saat mereka ingat kepada mas Karebet anaknya. Pada suatu hari, seorang santri memberitahukan ada seorang jejakapinsan di tengah ladang. Setelah jejaka itu dibawa ke hadapan Ki Ageng Pengging, Nyi Ageng Pengging menangis dab memastikan bahwa jejaka itu adalah Mas Karebet anaknya. Pertemuan anaknya oleh Ki Ageng Pengging dan Nyi Ageng Pengging sangat disukuri dengan mengucapkan hamdalah.

Sumber Ki Suryadi dalang wayang Sadad yang ditulis oleh I Nyoman Murtana, Titin Masturoh, tatik harpawati, dan Putut Gunawan dosen pedalangan (Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta)

Ki Ageng Pengging 2

Dalam serat babat Tanah Jawi, bahwa Ki Ageng Pengging yang semula bernama Ki Kebokenanga adalah anak Adipati Jayaningrat salah seorang punggawa Majapahit dan juga merupakan menantu Raja Brawijaya. Setelah ayahnya wafat Ki Kebokenanga menggantikan kedudukan ayahnya tinggal didaerah Pengging sehingga bergelar Ki Ageng Pengging. Ki Kebokenanga telah memeluk agama Islam dan Telah mendirikan jemaat di Pengging. Sedangkan Majapahit setelah Raja Brawijaya wafat, kerajaan dipindah ke Demak dengan raja pertamanya yaitu Raden Patah yang bergelar Sultan Demak Bintara.

Sultan Demak mendengar berita tentang keturunan Adipati Jayaningrat yang bernama Ki Kebokenanga juga bergelar Ki Ageng Pengging sudah beragama Islam, tetapi belum pernah menghadap ke Demak. Hal ini mengundang rasa curiga Sultan Demak, sehingga mengurus Ki Ageng Wanapala untuk memperoleh kejelasan tentang maksud Ki Ageng Pengging. Apakah Ki Ageng Pengging hanya berniat dengan sungguh-sungguh beribadah saja, atau ada keinginan untuk menjadikan Pengging sebagai kerajaan.

Setibanya di Pengging berjumpa dengan Ki Ageng pengging, mereka bersalaman. Ki Ageng Pengging bersalaman. Ki Ageng Pengging menyambut tamunya dengan ramah, kemudian bertanya tentang tujuan kehadirannya, karena tampak ada sesuatu yang terselubung. Ki Wanapala menjelaskan, bahwa sebenarnya dirinya diutus oleh Kanjeng Sultan Demak. Kedua orang tersebut selanjutnya saling berdebat, ramai silih berganti menang dan kalah. Dari perdebatan itu Ki Wanapala dapat mengetahui kehendak Ki Ageng Pengging. Kemudian pamit pulang ke Demak. sesampai ditujuan ia melapor kepada Sultan, bahwa Ki Ageng Pengging menpunyai dua cita-cita: pertama, pernyataan lahirnya tekun beribadah, tetapi di dalam hati ingin menjadi raja. mandengar laporan itu Sultan Demak murka, Ki Wanapala banyak memberikan tutur sembah untuk meredamkan kemarahan sang sultan. Ia menyarankan sebaiknya ditunggu beberapa waktu, karena Ki Wanapala sudah memberi batas dua tahun, supaya segera menghadap ke Demak.

Setelah Ki Wanapala pulang ke Demak, Ki Ageng Pengging menerima kedatangan Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Ngerang dan Ki Ageng Butuh. Ketika orang ini merasa satu ikatan sebagai saudara seperguruan, nengkhawatirkan keadaan Ki Ageng Pengging, dan menanyakan apa sebabnya tidak memenuhi panggilan untuk menghadap ke Demak.

Pada suatu malam Ki Ageng pengging mengadakan pertunjukan wayang beber. Pada malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging yang sedang hamil tua melahirkan seorang putra. Kelahiran sang banyi itu dibarengi dengan petir menggelegar dan hujan deras. Yang memperjunjukkan wayang beber disuruh berhenti. Jabang bayi selesai dibersihkan diserahkan kepada KiAgeng Tingkir. Setelah sang bayi diterima dan dipangku, Ki Ageng Tingkir berkata kepada ki Ageng pengging: ” Adinda, anakmu ini sangat tampan, saya pastikan anak ini kelak tinggi derajatnya, beruntunglah mereka yang masih ikut menjumpai. Dan anak ini saya beri nama Mas Karebet, karena lahirnya kebetulan sedang nanggap wayang beber.” Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh, kemudian masing-masing pulang. Selang beberapa lama Ki Ageng Tingkir wafat. Ki ageng Pengging sangat susah hatinya dan merasa kehilangan saudara seperguruan.

Karena Ki Ageng Pengging tidak kunjung nenghadap ke Demak, Sultan Demak berkesimpulan, bahwa ia telah membangkang. Kemudian Sultan Bintara mengurus Sunan Kudus pergi ke Pengging untuk menyampaikan kemarahan Sultan. Sunan Kudus berangkat di ikuti oleh tujuh orang sahabatnya, dan membawa bendhe pusaka wasiat yang bernama Kyai Macan.

Diceritakan Sunan Kudus disepanjang perjalanan memberi nama desa-desa, seperti misalnya nama desa Sima, Jimbungan, Derana dan Aru-aru. Rombongan Sunan Kudus sadah sampai di Pengging, dan berjumpa dengan Ki Ageng Pengging. Selanjutnya mereka berwawancara mengadakan perdebatan ilmu, Ki Ageng Pengging wafat karena disayat sikunya oleh Sunan Kudus. Keluwarga Pengging marah semua, ingin membela Ki Ageng Pengging yang sudah wafat. Mereka mengejat Sunan Kudus. Sunan Kudus segera mengeluwarkan kesaktiannya, dibantu oleh tujuh orang sahabatnya. Orang-orang Pengging merasa tidak takut, mereka tetap hendak mengamuk, dan menabuh bende bernama Kyai Udanarum. Sunan Kudus kemudian mengeluwarkan kesaktiannya lagi, tingkatnya dikibaskan.Orang-orang Pengging seketika memjadi hilang amarahnya, kemudian mereka pulang mengurus jenazah tuannya, Ki Ageng Pengging dimakamkan sebelah timur utara kediamannya. Setelah empat puluh hari kemudian istri Ki Ageng menyusul wafat, mas Karebet tinggal yatim piyatu, diasuh oleh para kerabatnya.

Setelah dewasa Mas Karebet kemudian dibawa oleh Nyai Ageng Tingkir. Di desa Tingkir ia dijuluki dengan sebutan Ki Jaka Tingkir. Jaka Tingkir senang bertapa di gunung, di hutan atau di gua. Tindakannya ini tidak dapat dicegah. Pada suatu hari Ki Jaka Tingkir pulang, kemudian dirangkul oleh ibundanya sambil bersabda: ” Tole, engkau janganlah suka pergi ke gunung, ketahuilah bahwa orang yang masih bertapa di gunung itu masih kafir, belum mengikuti ajaran kanjeng Nabi. Lebih baik engkau bergurulah kepad orang mukmin.” Akhirnya Jaka Tingkir berguru kepada Ki Ageng Sela, Jaka Tingkir disuruh mengabdi ke Demak, karena dengan mengabdi di kerajaan Demak kelak ia akan dapat menjadi Raja yang mengusai tanah Jawa. Hal ini sesuai dengan wangsit yang diterima lewat mimpi. Ki Jaka Tingkir kemudian berangkat ke Demak. Dalam perjalanannya ia mampir dahulu ke desa Tingkir untuk berpamitan kepada ibunya. Oleh ibundanya ia dititipkan kepada Kyai Ganjursaudara laki-laki Nyai Ageng Tingkir. Dengan didampingi oleh dua orang abdinya jaka Tingkir berangkat ke kerajaan Demak, menuju kediaman Kyai Ganjur.

Diceritakan bahwa Sultan Demak sudah wafat dan meninggalkan enam putra. Yang sulung seorang putri, bernama Ratu Emas, sudah menikah dengan Pangeran Cirebon. Yang kedua bernama Pangeran Sabrang Lor. Pangeran inilah yang menggantikan ramandanya menjadi raja. Kemudian yang ke tiga bernama Pangeran Sedalepen, keempat Raden Trenggana. Yang kelima bernama Raden Kanduruan, dan yang bungsu bernama Raden Pakemas. Tetapi yang bertahta sebagai raja belum lama beselang, kemudian wafat, dan tidak berputra. Sehingga yang menggantikan sebagai raja adalah Sultan Trenggan, sedangkan yang menjabat sebagai patih bernama patih Wanasalam. Kebijaksanaan Raja melebihi ayahnya. Para bupati dan bawahannya semua tunduk dan taat.

Diceritakan, bahwa Jaka Tingkir sudah diterima mengabdi kepada Sultan Demak. Sultan Trenggana sangat sayang kepada Jaka Tingkir, karena rupanya tampan dan mempunyai kelebihan kesaktian. Lama-lama ia diangkat menjadi putra kerajaan dan dijadikan kepala prajurit tamtama. Namanya tersohor ke seluruh negara Demak.

Setelah beberapa lama, raja berniat menambah prajurit tamtama, banyaknya empat ratus orang, mengambil dan memilih dari orang kota dan desa, dengan syarat mereka yang sakti dan kebal. Para calon tamtama itu akan diuji dengan diadu dengan banteng. Jika calon prajurit itu menempeleng bantang pecah kepalanya, maka dapat diterima menjadi tamtama.

Diceritakan ada seseorang dari Kedupingit, bernama Ki Dadungawuk. Rupanya buruk tetapi sudah terkenal kekebalannya. Ki Dadungawuk tersebut pergi ke Demak, berniat masuk prajurit tamtama. Ia dihadapkan kepada Raden jaka Tingkir. jaka Tingkir setelah melihat wajahnya sangat tidak senang. Ki Dadungawuk mati di tangan Jaka Tingkir, karena ditusuk dengan sadak(ikatan daun sirih). Raden Jaka Tingkir semakin tersohor kesaktiannya.

Peristiwa tersebut delaporkan kepada sang raja, bahwa jaka tingkir telah membunuh orang yang akan masuk menjadi tamtama. sultan sangat murka, kemudian Raden Jaka Tingkir disuruh pergi dari negara Demak, karena dianggap menyalahi aturan yang telah ditentukan. Raden Jaka Tingkir dengan sedih dan sangat menyesal meninggalkan kerajaan Demak. Badannya merasa sangat lesu, batinnya merana, tidak tau kemana akan dituju.

Diceritakan dalam kisah selanjutnya ia berada di tengah hutan. Ketika itu petjalanannya sampai ke hutan jati, di pertengahanantara gunung Kendeng, Jaka Tingkir berjumpa dengan ki Ageng Butuh. Ki Ageng Butuh heran, ada seorang pemuda yang mirip dengan saudara seperguruannya yang bernama Ki Ageng Pengging. Kemudian jaka Tingkir menceriterakan asal-usulnya dan sampai akhirnya ia sampai dihutan jati serta bertemu dengan Ki Ageng Butuh. Akhirnya Ki Ageng Butuh mengajak jaka Tingkir pulang ke Butuh

Cerita Ki Ageng Pengging versi Babat Tanah Jawi

Brandal Lokajaya

Raden Said salah seorang putra Adipati Tuban, mempunyai kegemaran suka berjudi dan ngabotohan. Kalau kalah berjudi ia menyamun orang dagang. Sunan Bonang mendengar kelakuan Raden said, ia sengaja mencarinya. Dengan mengenakan pakaian
indah dan bertongkat yang lapisi emas Sunan Bonang mencari Raden Said sebab ia tahu kelak Raden Said akan menjadi wali. Tongkat itu diminta oleh Raden Said, Sunan Bonang berkata :”Tongkat ini sangat berguna tetapi kalau engkau minta emas permata’, maka ditunjuklah buah kolang-kaling dan berubah menjadi emas berkilauan.

Kemudian Sunan Bonang meneruskan perjalanan. Raden Said bertobat dan berguru kepada Sunan Bonang : “Kalau ingin berguru kepadaku kau harus setia pada janji’, dan Raden Said ditanam dalam tanah selama 100 hari di hutan dan timbunan itu diberi tanda pohon beringin di atasnya. Lalu Sunan Bonang meneruskan perjalanan ke Mekah dalam sekejap mata untuk bersembahyang di sana. Dalam tapanya Raden Said diterima tapanya dan berjumpa dengan Nabi Muhammad. Ia dirangkul oleh Rasul pada dada kirinya. Rasul berkata : ‘ Apa kau dengar’. Saya mendengar suara’, kata Raden Said. Raden Said lalu di suruh memandang sekitarnya yang tampak bagaikan ndaru terang benderang menembus dari dalam bumi ke langit yang ketujuh. Kemudian tak tampak apa-apa lagi, dunia sunyi, ia seorang diri tanpa kawan. Raden Said hanya ingat kepada Rasul, ia berada di alam kerasulan yang disebut andarusalam, terang bagakan matahari karena itu adalah sinarnya Tuhan. Nabi berkata : ‘ Sudah, jebeng bangunlah segera karena tapamu sudah diterima. Kelak pada zaman yang mulia (rejaning jaman) kamu akan sama dengan saya, kelak kamu boleh menyamai saya’. Raden Said diramalkan akan menjadi wali penutup yang menjadi panutan para wali . Ketika Sunan Bonang menggali timbunan, Raden Said ternyata masih hidup setelah lebih dari seratus hari di timbun dalam tanah. Raden Said selanjutnya dikawinkan dengan adik Sunan Bonang dan diberi gelar Seh Melaya.