Tokoh Panakawan Wayang Cirebon

165854_10151219812403736_2143522301_nLumping (wayang kulit) Cirebon mengenal banyak tokoh dan banyak perbedaan dibanding dengan Wayang kulit Jawa Tengah, terutama perbedaan tokoh panakawan. Diduga setelah penguasaan oleh Mataram pada paruh kedua abad 17, ternyata wayang Cirebon tidak terpengaruh oleh perubahan penguasaan Mataram di Jawa Barat. Begitu pula dengan wayang golek Cirebon. Banyaknya lakon dan wayang merupakan sumber yang kaya untuk pengetahuan yang dianggap bersejarah di darah Cirebon dan Sumedang.

Generasi tua di Cirebon menjunjung tinggi hal-hal tradisional serta legenda, sehingga legenda itu tetap hidup.

Di Kaliwedi , Arjawinangun, terdapat mitos, adanya dua buah wayang yang dibungkus dengan beberapa lembar kain putih; yang satu dikenal dengan Semar, yang satu lagi “hanya dikenal sebagai teman Semar”. Setelah petani menebarkan benih padi di sawah, maka pada malam Jum’at Kliwon, mereka akan datang menyambangi wayang ini, dengan membawa air untuk diberkati, sebagai syarat keberhasilan usaha tani nya, dan berharap panennya baik.

Pemberkatan air dilakukan dengan cara membuka bungkus wayang, kecuali lapis terakhir – dan hanya kuncenlah yang diperkenankan melihat wayang itu, kemudian wayang itu dibenamkan ke dalam air, disertai sedekah dari petani – wayang kenudian dibungkus lagi dan upacara selesai. Kain pembungkus itu amat diminati para petani, yang dapat diperoleh dengan menukarnya dengan kain yang baru.

Bila kuncen mendapatkan tangan-tangan wayang lepas dari ikatannya, maka hal itu merupakan pertanda panen gagal atau akan adanya bencana maupun wabah. Menurut keterangan, tangan yang lepas itu akan melekat kembali kepada wayangnya.

Upacara ini menunjukkan fungsi SEMAR sebagai Dewa Kesuburan Pertanian, biasanya sebelum menayangkan Semar , Dalang wayang Cirebon (biasanya dalang Wayang kulit yang kondang akan piawai pula memainkan wayang golek), akan menembangkan “pustaka ramakawi”:

Semar winangun tikang sara wara,
Dewa maya-maya katon raganing kelir,
Siti Bentar kang peputra
Semar asihe pendawa…

Semar mempunyai nama lain yaitu Kudapawana, Watukumpul dan Badranaya,

Terdapat versi keberadaan – silsilah Semar. Di Onderdistrik Kapetakan, Distrik Arjawinangun, versi keberadaan Semar diterangkan sebagai berikut:

Sanghyang Wenang menikah kepada Dewi Arini (Nurini) putri Prabu Ari (Nuradi) dari Pulau (Puncak gunung ) Keling, dan berputra Sanghyang Tunggal.

Pada suatu saat Sanghyang Tunggal bertapa, dan di tempat ia bertapa, tanahnya membesar, membuncah serta meledak,pecah keluarlah Dewi Siti Bentar, yang kemudian dinikahi oleh Sanghyang Tunggal.

Dari pernikahan ini Sanghyang Tunggal mempunyai 9(sembilan) anak, dua diantaranya lelaki yaitu Sanghyang Tismaya dan Sanghyang Ismaya.

Ketika di Suralaya akan diadakan pemilihan pengganti Sanghyang Tunggal sebagai penguasa Kahyangan , semuanya berminat menjadi penguasa, dan diadakanlah sayembara : Sesiapa yang dapat mencapai Bale Mercupunda, tanpa melorot kembali, dialah yang diangkat menjadi penguasa Suralaya atau Dewa Utama.

Sanghyang Tismaya berhasil mendapatkannya dengan tidak melorot, ia diangkat menjadi Batara Guru.

Sanghyang Ismaya atau Sanghyang Munged, gagal, jatuh ke bumi, namun ia dari Bale Murcupunda ia mendapatkan jimat Layang Kalimasada (yang kemudian diartikan sebagai Kalimah Sahadat, sebetulnya adalah Kali – Maha – Usada, judul kitab pengobatan kepunyaan Dewi Kali).

Setelah berada di atas bumi, Sanghyang Munged mencari seorang majikan, kemudian Palasara lah yang menjadi majikan sanghyang Munget, kemudian menjadi Raja Astina. Palasara bersedia menjadi majikan dan menerimanya sebagai Panakawan dengan syarat sanghyang Munged mengubvah penampilannya menjadi buruk. Sanghyang Munged melepas bungkus Layang Kalimasada, dan menempelkannnya kepada badannya sehingga mengubah bentuk tubuhnya, ia menjadi Semar yang berasal dari kata Samar. Jimat Layang Kalimasada diserahkannya kepada Palasara.

Semar menikah dengan Sudiragen, titisan dari isterinya di alam Kahyangan, yaitu Dewi Sanggani (puteri Umayadewa) , dari Sudiragen Semar tidak memperoleh anak. Tetapi Palasara menyuruh Semar untuk mempunyai panakawan pembantu.

Semar menciptakan panakawan dan diakui sebagai anaknya, yaitu:
Ceblog, dari gagang daun kelapa (papah blarak)
Bitarota, dari orang-orangan sawah (unduh-unduh)
Duwala,dari bonggol atau tonggak bambu (bonggolan pring)
Bagong, dari daun kastuba (kliyange godong kastuba)
Bagalbuntung , dari bonggol jagung (bagal jagung)
Gareng, dari potongan kayu gaharu
Cungkring atau Petruk, dari potongan bambu (anjir dawa).
Versi lain menyebutkan bahwa:
Ceblog, dari kayu sempu
Bitarota, dari tumbuhan rambat “tungkul”
Duwala,dari kayu panggang
Bagong, dari tunggak jati
Bagalbuntung , dari kemandi, sejenis benalu
Gareng, dari benalu kayu panggang,
Cungkring atau Petruk, dari pohon randu.

Peran Semar pada wayang Cirebon, tetap sama dengan peran Semar pada wayang lainnya.
Beberapa sifat dan perilaku anak-anak Semar:
Ceblog, pemberani dan berangasan
Bitarota, pendiam dan halus perasaannya
Duwala, tokoh yang gembira, suaranya menggembirakan majikannnya apabila menembang, namun jika bicara sengau
Bagong, suaranya serak, kasar, selalu berbahasa Sunda, jika berkelahi ia ,menumbuk “lawan”nya dengan kepala
Bagalbuntung , bicaranya pelo
Gareng, sombong,angkuh
Cungkring atau Petruk, selalu tampil dengan cerutu yang menyala untk menyerang lawannya, sifat dan perilakunya praktis sama dengan wayang Jawa Tengah.
Versi lain silsilah Semar (Palimanan):
Sanghyang Wenang yang beristerikan Dewi Suwati, mempunyai tiga putera, yaitu Sanghyang Tunggal, Sanghyang Ening dan Dewi Yati.

Sanghyang Tunggal menikah kepada Dewi Rakatawati, puteri dari Rakatatama, pandita dari Jaladri atau Jeladini dan memperoleh 9 (Sembilan) anak. Dewi Rakatawati juga melahirkan sebuah telur ajaib yang melayang, dan berhasil ditangkap oleh Sanghyang Wenang, dari telur itu menjadi Sanghyang Ismaya yang menjadi Sanghyang Munged (Semar) dan Sanghyang Tismaya yang menjadi Batara Guru.

Sanghyang Ismaya atau sanghyang Munged menikah kepada Dewi Sanggani serta mempunyai 10 orang anak. Dua anak Sanghyang Munged yaitu Dewi Hendani dan Batara Sambondana menetap di Negara Hindu, Yang lainnya dibawa oleh Batara Guru ke pulau Jawa, yaitu Batara Surya, Batara Anggaparana, Batara Kamajaya (Arjuna), Batara Darma (samiaji), Batara Yamadipati (Madepati). Batara Mambang, Batara Werka (BIma) dan Batara Basuki.

Jadi Semar adalah “ayah” Arjuna, dan menyebutnya dengan Bapa Bendara, karena mewakili kedudukan Sanghyang Tunggal.

522817_10151219811158736_1597229735_n
TOGOG

Togog alias Secawraga atau Secangragas, asalnya Disebut Sanghyang Punggung, kakak Semar. Ibunya seorang wanita Selong (Ceylon,Srilanka), Semar menyebutnya “Kakang Anom” karena lebih tua, namun mendapat wajah buruk lebih muda dari Semar.

Togog – Wayang Kulit Cirebon
Sanghyang Punggung, juga berupaya menjadi Raja Kahyangan, namun gagal karena melorot dari Bale Mercupunda dan jatuh di hutan Kendalgrowong, yang kemudian digunakan untuk bertapa. Di hutan ini ia bertemu dengan Sanghyang Munged, yang berceritera kepada Togog, bahwa ia ingin mengubah dirinya berhubung ia termasuk daftar Pencarian Dewa, akibat mencuri ajimat Cupu Manik Astagina dan Cupu Ratna Tirta Kamandalu dari Suralaya.

Cupu Manik Astagina ini berisi minyak yang bias membuat orang jadi kaya dan Cupu Ratna Kamandalu mengandung minyak untuk kekebalan.

Munget, menerapkan – memakai bungkus ajimat ke badannya, dan berubah menjadi Semar, kemudian diikuti Sanghyang Punggung, yang berubah menjadi Togog. Togog kemudian menjadi panakawan Dasamuka.

Sebelum pemunculan Togog, dalang akan mengucapkan pustaka kramakawi :

Togog lurah Wijamantri,
Togog mungging (munggah ing ) bale,
Nabuh Bende siguntur
Atau:
Akuing Tejamantri,
Mungging bale
Mangutus gupuh nabuh tengara bala.

TEMBILUNG

Tembilung disebut juga Surahita, adalah ciptaan Togog .
Togog ingin mendapatkan teman dalam perjalanannya, maka dari seekor burung hantu (kukuk-beluk), diciptakan menjadi temannya ,
diberi nama Tembilung.

735089_10151219812848736_1284949666_n

SEKARPANDAN

Sekarpandan disebut juga Cemuris atau Curis. Ada yang menyebutkan bahwa Sekarpandan adalah adik Semar, pendapat lainnya menyebutkan Sekarpandan adalah adik ipar Semar, Sekarpandan adik Dewi Sanggani, yang bernama Narcas; sebelumnya ia bernama Sanghyang Sukmarasa.

Sanghyang Sukmarasa juga berupaya untuk menjadi Raja Kahyangan, ia terjatuh dari Bale Mercupinda, dan lehernya tersangkut di pohon pansan. Ia ditemukan dan ditolong oleh Sambarama, kakak Palasara, kemudian diserahkan kepada Semar yang telah berpenampilan buruk.

Karena Sanghyang Sukmarasa juga mencuri jimat Cupu Garuda Mahmud dari Suralaya, sudah pasti temasuk daftar pencaraian Dewa, maka oleh Semar dianjurkan mengubah penampilannya. Sanghyang Sukmarasa melepas bungkus jimat dan menggunakan ke badannya,sehingga berubah penampilannya. Setelah berubah, Semar berkata untuk tidak menyebut Kakang, tetapi harus menyebut “pean” kependekan dari “ipe reang – ipe reh ing Hyang), JImat ini berisi minyak untuk kekebalan (lenga teteguhan)

oleh : E.W.Maurenbrecher – Pensiunan Asisten Residen Tjirebon –
Naskah tahun 1936 – majalah DJAWA : tijdschrift van het Java Instituut – Jogjakarta.
(terjemahan bebas oleh Bapak Sadeli)

sumber: http://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/tokoh-panakawan-wayang-cirebon-oleh-ewmaurenbrecher-pensiunan-asisten-residen-tj/10151612696736110

Bagong – Bawor – Cepot

Ki Lurah Bagong adalah nama salah satu tokoh panakawan dalam kisah pewayangan yang berkembang di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tokoh ini dikisahkan sebagai anak bungsu Semar. Dalam pewayangan Sunda juga terdapat tokoh panakawan yang identik dengan Bagong (dalam bahasa Sunda: bagong berarti babi hutan, celeng), yaitu Cepot atau Astrajingga, adalah anak tertua Semar, dan di versi wayang golek purwa- Sunda terkenal dengan sebutan Cepot atau Astrajingga , disebut juga Gurubug atau Kardun, sedang di Jawa Timur lebih dikenal dengan nama Jamblahita. Di daerah Banyumas, panakawan ini lebih terkenal dengan sebutan Bawor, Pada wayang Banjar – Kalimantan Selatan ia dipanggil Begung.

More

Semar Bukan Tokoh Budaya Impor

Dia seorang yang Kontroversial. Bukan seorang penasehat tetapi sering dimintai pendapat. Dianggap lemah tetapi di saat kritis muncul sebagai penyelamat. Pintar dialing-aling bodoh, gagah dialing-aling lemah. Padahal dia hanya rakyat biasa hidup di desa bersama masyarakat golongan bawah. Orang menganggapnya hanya sebagai hamba atau pelayan pada keluarga terhormat.
More

Ki Semar

Artinya : Mengembani sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia

Filosofi, Biologis Semar

Javanologi : Semar = Haseming samar-samar (Fenomena harafiah makna kehidupan Sang Penuntun). Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakan simbul Sang Maha Tumggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta selakigus simbul keilmuaan yang netral namun simpatik”.
More

Semar dan Socrates

Sejak kecil saya gemar nonton wayang kulit. Kisah-kisahnya sangat mengesankan dan heroik. Dan di dalamnya juga terdapat banyak pelajaran yang bisa kita petik. Wayang kulit adalah bahasa pralambang, tamsil atau isyarat. Watak jujur misalnya, dipersonafikasikan sebagai tokoh Bima Sena, atau Arya Werkudara, kstaria gagah perkasa berpostur tubuh raksasa, dan tidak bisa menggunakan bahasa Jawa krama yang halus. Dia hanya bisa ngoko, atau menggunakan bahasa Jawa kasar. Bagi dia, kejujuran lebih penting daripada sekedar halus atau berbasa-basi. Buat apa halus kalau tidak jujur. Sedangkan yang kita jumpai dalam budaya kita justru kebalikannya: lebih penting halus daripada jujur.
More

Bocah Bajang dan Semar


Bocah Bajang nggiring angin
anawu banyu segara
ngon-ingone kebo dhungkul
sa sisih sapi gumarang
More

Semar & Punokawan

MAYA adalah sebuah cahaya hitam. Cahaya hitam tersebut untuk menyamarkan segala sesuatu.

Yang ada itu sesungguhnya tidak ada.
Yang sesungguhnya ada, ternyata bukan.
Yang bukan dikira iya.
Yang wanter (bersemangat) hatinya, hilang kewanterane (semangatnya), sebab takut kalau keliru.
Maya, atau Ismaya, cahaya hitam, juga disebut SEMAR artinya tersamar, atau tidak jelas.
More

Republik Togog

Kuberi kau suara
Kau rampok jiwaku juga
Kuberi kau percaya
Tapi kau berfoya-foya

Kukira kau mengabdi
Nyatanya malah menyakiti
Kau tega buang nurani
Tugas suci dikhianati
More

Togog, Mbilung dan Pasukan Bhayangkara

TOKOH Togog dan Mbilung dalam dunia wayang digambarkan selalu mengikuti raja yang berwatak jahat atau satria yang hanya mengutamakan harta. Togog dan Mbilung adalah dua orang bersaudara. Togog sebagai kakak dan Mbilung adalah adiknya. Salah satu versi menyebutkan, bahwa Mbilung berasal dari bayangan Togog yang disabda menjadi manusia, dan diangkat menjadi adiknya. Versi ini sama dengan hubungan punakawan Semar dengan Bagong.
More

Togog, sang Dewa yang Tercampakkan

Dalam jagad pakeliran wayang purwa, nama Togog sudah cukup dikenal. Dia digambarkan sebagai sosok bermata juling, hidung pesek, mulut lebar dan ndower, tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk, bergelang, berkeris, bersuara bass. Pada setiap lakon, dia “ditakdirkan” untuk mendampingi majikan berhati congkak, keras kepala, mau menang sendiri, hipokrit, otoriter, dan antidemokrasi. Suara-suara bijak dan pesan-pesan moralnya (nyaris) tak pernah didengar, sehingga dia ikut tercitrakan sebagai tokoh berwatak jahat. Nasib Togog memang tak seberuntung Semar meski sama-sama merupakan cucu Sanghyang Wenang.
More

Sang Togog yang Terkebiri dan Terpinggirkan

Dalam jagad pakeliran wayang purwa, nama Togog sudah cukup dikenal. Dia digambarkan sebagai sosok bermata juling, hidung pesek, mulut lebar dan ndower, tak bergigi, kepala botak, rambut hanya sedikit di tengkuk, bergelang, berkeris, bersuara bass. Pada setiap lakon, dia “ditakdirkan” untuk mendampingi majikan berhati congkak, keras kepala, mau menang sendiri, hipokrit, otoriter, dan antidemokrasi. Suara-suara bijak dan pesan-pesan moralnya (nyaris) tak pernah didengar, sehingga dia ikut tercitrakan sebagai tokoh berwatak jahat. Nasib Togog memang tak seberuntung Semar meski sama-sama merupakan cucu Sanghyang Wenang.
More

Togog

Pada zaman kadewatan diceritakan Sanghyang Wenang mengadakan sayembara untuk memilih penguasa kahyangan dari ketiga cucunya yaitu Bathara Antaga (Togog), Bathara Ismaya (Semar) dan Bathara Manikmaya (Bathara Guru). Untuk itu sayembara diadakan dengan cara barang siapa dari ketiga cucunya tersebut dapat menelan bulat-bulat dan memuntahkan kembali Gunung Jamurdipa maka dialah yang akan terpilih menjadi penguasa kahyangan.
More

Kepemimpinan Punakawan : Semar-Gareng-Petruk-Bagong

CONTOH LEADERSHIP PUNAKAWAN
ABDI KINASIH KESATRIA PENDHAWA LIMA
KI LURAH SEMAR BADRANAYA, NALA GARENG,
PETRUK KANTHONG BOLONG DAN KI LURAH BAGONG
More

Punokawan

Dalam perkembangan selanjutnya, hadirnya Semar sebagai pamomong keturunan Saptaarga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
More

Semar dan Wahyu

Di dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Batara Semar,” telah dipaparkan bahwa Batara Semar atau Batara Ismaya, yang hidup di alam Sunyaruri, sering turun ke dunia dan manitis di dalam diri Janggan Semarasanta, seorang abdi dari Pertapaan Saptaarga. Mengingat bahwa bersatunya antara Batara Ismaya dan Janggan Semarasanta yang kemudian populer dengan nama Semar merupakan penyelenggaraan Illahi, maka munculnya tokoh Semar diterjemahkan sebagai kehadiran Sang Illahi dlam kehidupan nyata dengan cara yang tersamar, penuh misteri.
More

Petruk

Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata. Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan asli Jawa.
More

Semar

Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Jawa dan Sunda. Tokoh ini dikisahkan sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli kedua wiracarita tersebut yang berbahasa Sansekerta, karena tokoh ini merupakan asli ciptaan pujangga Jawa.
More

Nala Gareng

Gareng lazim disebut sebagai anaknya Semar, dan masuk dalam golongan panakawan. Aslinya, Gareng bernama Bambang Sukskati, putra Resi Sukskadi dari padepokan Bluluktiba. Bertahun-tahun Bambang Sukskati bertapa di bukit Candala untuk mendapatkan kesaktian. Setelah selesai tapanya, ia kemudian minta ijin pada ayahnya untuk pergi menaklukan raja-raja.
More

Bagong (Cepot)

Bagong terjadi dari bayangan Sanghyang Ismaya atas sabda Sanghyang Tunggal, ayahnya. Ketika Sanghyang Ismaya akan turun ke Arcapada, ia mohon kepada ayahnya seorang kawan yang akan menemaninya, karena Ismaya yang ditugaskan mengawasi trah keturunan Witaradya merasa tidak sah apabila sesuatu persaksian hanya dilakukan oleh seseorang. Sanghyang Tunggal kemudian menyuruh Sanghyang Ismaya menoleh ke belakang , tahu-tahu telah ada seseorang yang bentuk tubuhnya hampir menyerupai dirinya.
More

Semar, Abdi Titisan Ilahi

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
More

Previous Older Entries