Wayang Suluh

Orang-orang yang termasuk dalam Generasi Baru Angkatan Muda RI dan tergabung dalam Badan Konggres Pemuda RI di Madiun tahun 1947 telah berusaha menciptakan wayang suluh sebagai sumbangan kepada perjuangan pada waktu itu. Wayang Suluh yang diciptakan Badan Konggres Pemuda tersebut telah melepaskan diri dari tradisi wayang-wayang sebelummnya dan cukup representetatif untuk memberi penerangan mengenahi dasar dan tujuan revolusional Indonesia. More

Wayang Sasak

Wayang Sasak adalah wayang kulit yang berkembang di Lombok. Wayang kulit di Lombok diperkirakan masuk bersamaan dengan penyebaran agama Islam. Agama Islam masuk Lombok pada abad 16 yang dibawa oleh Sunan Prapen putra dari Sunan Giri. Sunan Giri menggubah wayang Gedog dan bersama Pangeran Tranggono menciptakan wayang “Kidang Kencana” pada tahun 1447. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan bahwa Sunan Prapen juga membawa wayang ke Lombok. Disamping itu, wayang di Lombok diciptakan pula oleh pangeran Sangupati. Ia adalah seorang mubalik Islam. Tentang siapa pencipta wayang Lombok ini masih dalam praduga. Belum ada data historis yang meyakinkan kapan wayang ini dibuat dan dipergelarakan. More

Wayang Beber

BEBER, WAYANG, adalah wayang yang bukan dimainkan dengan gerak, melainkan drama suara yang dibantu dengan sederet lukisan adegan wayang di atas kain memanjang. Lukisan itu digulung, dan selama Ki Dalang bercerita mengenai kisah yang dilakonkannya, gulungan itu dibuka sehingga adegan demi adegan yang dilukiskan pada kain itu dapat disaksikan penonton. Urutan adegan yang dilukiskan pada kain itu mirip dengan cara melukis komik masa kini. Disebut Wayang Beber, karena pergelaran wayang itu dilaksanakan dengan cara membeberkan gulungan gambar adegan- adegan itu. More

Wayang Klitik

Wayang ini diciptakan orang pada adad ke-17, tetapi siapa penciptanya tidak diketahui. Seperti diketahui manusia Jawa menganggap wayangan sebagai upacara ritus komunikasi antara yang hidup dengan roh-roh leluhurnya yang di datangkan berupa perwujudan bayangan wayang. Mereka percaya bahwa kepercayaan Animisme yang berhubungan budaya Hindu ini menganggap bahwa permulaan adanya Negara dalam bentuk kerajaan di Jawa, sesuai apa yang tertera dalam cerita Ramayana dan Mahabharata, dilanjutkan ke masa Kediri Pejajaran sebagai jaman Madya dan berakhir dengan jatuhnya kerajaan Hindu Jawa Majapahit. Masing-masing jaman diwakili dengan bentuk wayang senddiri-sendiri. Jaman Purwa, Ramayana, Mahabharata diwakili wayang Purwa. Jaman Madya diwakili oleh Wayang Gedog Madya dengan cerita panji dan Jaman Wasana diwakili Wayang Wasana yang disebut wayang klitik. More

Wayang Gedog

GEDOG, WAYANG, bukan mengisahkan cerita Ramayana atau Mahabarata, melainkan mengambil inti cerita Kisah Raden Panji. Dalam wayang itu, kerajaan-kerajaan yang menjadi latar belakang pemerannya antara lain Jenggala, Singasari, dan Kediri atau Daha.

Pergelaran Wayang Gedog juga lazim dilaksanakan pada malam hari, dengan bahasa Jawa sebagai pengantar. Gamelan pengiringnya memakai laras pelog. More

Wayang Parwa

Lawanta weh wwangagawe hala salwiranya,
Byakta geseng ta ya wicirna ri saksanatah,
Dening pawitra nikaning katha saha tantra,
Mogha luput pwa ya ri papa pataka denya.

 

More

Wayang Menak

MENAK, WAYANG, sejenis Wayang Golek. Itu sebabnya, Wayang Menak sering disebut Wayang Golek Menak. Sebagian orang menyebutnya Wayang Tengul. Wayang ini menggunakan peraga wayang berbentuk boneka kecil terbuat dari kayu yang kemudian disungging dan diberi warna. Kayu yang biasa digunakan untuk pembuatan Wayang Golek Menak dipilih yang ringan dan tidak gampang retak. Biasanya orang menggunakan kayu randu alas.
More

Wayang Purwa Gaya Palembang

“bagai kerakap tumbuh di batu,
hidup enggan mati tak mau.”

Kondisi sosial budaya Palembang mempunyai strukturnya sendiri yang jelas sosoknya. Secara alamiah mempunyai daya tahan terhadap pengaruh luar. Walaupun diintervensi dan mendapat penetrasi kebudayaan dari luar namun daya tahan budaya asli Palembang sebagai local genius memiliki daya tahan yang luar biasa. Budaya Palembang dibentuk dalam rentang sejarah yang panjang. Kondisi-kondisi yang khas sehubungan dengan lingkungan geografis, kondisi alam, sistem ekonomi dan lingkungan sosial serta pertemuan dengan budaya lain membentuk kebudayaan Palembang sehingga mempunyai strukturnya sendiri yang khas. Perjuangan wayang purwa yang datang dari Jawa sebagai budaya luar yang berjuang melakukan penetrasi budaya hanya mampu menembus kulit luarnya saja. Tidak terjadi proses akulturasi budaya yang pekat apalagi terjadi asimilasi budaya. Seni Pedalangan Wayang Purwa tidak bisa mengakar pada kebudayaan Palembang. Masyarakat pendukung budaya itu hanya sebatas komunitas keluarga dekat dari leluhur dalang Palembang dari generasi ke generasi. Kalaupun terjadi akulturasi hanya selapis tipis pada salah satu unsur kebudayaan, yaitu pemakaian bahasa Palembang dalam pagelaran wayang Palembang. More

Wayang Purwa Gaya Banjar

Asal mula wayang Banjar adalah berasal dari wayang kulit purwa yang ada di Jawa. Mengenai kapan masuknya wayang kulit purwa ke Banjar sehingga menjadi wayang Banjar, ada beberapa argumentasi yang berkembang di masyarakat.

Menurut Suwedi Montana, berdasarkan Hikayat Banjar atau Lambung Mangkurat menyatakan bahwa masuknya wayang kulit purwa ke Banjar adalah pada jaman pemerintahan Majapahit, yakni lewat ikatan perkawinan antara Pangeran Suryanata dari Majapahit-Jawa dengan Putri Junjung Buih dari negara Dipa-Kalimantan. Dalam Hikayat Banjar dinyatakan bahwa terdapat tiga episoda yang berkenaan dengan pertunjukan wayang dan upeti berbentuk wayang yakni : More

Wayang Purwa Gaya Betawi

BETAWI, WAYANG, secara umum serupa dengan Wayang Kulit Purwa. Wayang Kulit Betawi, menggunakan bahasa Betawi Ora, yakni bahasa Betawi yang bercampur logat Jawa, kini sudah sangat jarang dipergelarkan. Penduduk Jakarta, yang terdiri atas berbagai macam suku bangsa, pada umumnya lebih menyukai Wayang Kulit Purwa. Walaupun demikian, pertunjukan Wayang Kulit Betawi pun selalu penuh dengan penonton. More

Wayang Purwa Gaya Sunda (Golek)

Wayang Trimatra Tatar Pasundan

Nihan sembah nirang hulun, ka purba ring sang Murbeng rat
sahan nikang, rikanang sihing dasih maweh boga sawegung masih ring delahan,
dyan kanang mamudyengan ri jeng nayaka ring rat diteng nata kotama,
mungguh hamanugrah len siswanta sagotro tan huwus minulya.
More

Wayang Purwa Gaya Banyumas

Sebutan Wayang Banyumas secara masih menimbulkan perdebatan. Banyak kalangan pakar wayang baik mereka yang berasal dari luar maupun dari banyumas sendiri mengatakan bahwa Wayang Banyumas merupakan Wayang dengan gaya Surakarta atau Yogyakarta yang mendapatkan tambahan tokoh Bawor dan lagu Kembang Lepang serta gendhing-gendhing Banyumasan.

Sejarah perkembangan Wayang Banyumas tidak terlepas dari kerangka besar penyebaran Wayang Kulit Purwa di Jawa. Kapan dan siapa yang membawa wayang itu ke Banyumas sehingga menjadi sebuah gaya yang mandiri sangat susah untuk melacaknya. Hal tersebut disebabkan karena sumber-sumber sejarah yang kurang memadai. More

Wayang Purwa Gaya Cirebon

Wayang Kulit Cirebon, hidup dan berkembang bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di Cirebon yang dibawa para Wali. Berdasarkan sejarah (babad Cirebon), Pakeliran wayang Kulit pertama di Cirebon dilakukan oleh Sunan Panggung atau Sunan Kalijaga sebagai dalangnya diringi gamelan sekaten Cirebon. Dari pengaruh ajaran agama yang dibawa Wali Saga itulah sehingga muncul tambahan tokoh panakawan menjadi sembilan yakni : Semar, Curis, Bitarota, Ceblok, Dawala, Cungkring, Bagong, Bagal Buntung, dan Gareng. Kehadiran sembilan panakawan ini didasarkan pada lambang Wali Sanga, hal ini disebabkan masyarakat Cirebon percaya bahwa awal keberadaan agama Islam di Indonesia ini karena jasa-jasa para Wali Sanga. More

Wayang Purwa Gaya Jawa Timur

OLEH : DJOEMIRAN RA

Pendahuluan

1. Tentang istilah “Seni Pedalangan Jawa Timuran “
Apabila orang mempermasalahkan tentang istilah “Seni Pedalangan Jawa Timuran, maka pembicaraannya harus berangkat dari apa yang disebut “Kesenian Jawa Timur”. “Kesenian Jawa Timuran” adalah suatu bentuk Kesenian tradisional yang hidup dalam lingkung etnis seni budaya daerah, seturut dengan selera masyarakat Jawa Timur”.Tentang istilah “ Jawa Timur “ merupakan istilah yang sebenarnya belum lama muncul di Daerah Jawa Timur itu sendiri, yaitu sejak ikut sertanya Pemerintah daerah Jawa Timur, Khususnya Kantor Bidang Kesenian Propinsi Jawa Timur bersama-sama para seniman tergelitik untuk menggali kesenian tradisional di daerah ini dalam rangka pelestarian Kebudayaan daerahnya. Kemunculan peristilahan tersebut sebenarnya bukan merupakan perumusan yang konseptual, melainkan hanya karena suatu tujuan kepada kemudahan dan pemahaman arti, secara spontanitas. More

Wayang Purwa Gaya Yogyakarta

Latar Belakang Sejarah Wayang Yogyakarta

Pada masa Kraton Kasunanan Surakarta diperintah Sri Susuhunan Paku Buwana II tahun 1755, berdirilah Kasultanan Yogyakarta sebagai pecahan dari Kraton Kasunanan Surakarta dengan Raja Sri Sultan Hamengku Buwono I (Hasil Perjanjian Giyanti 1755). Sejak saat itulah lahir wayang gagrak Yogyakarta. Dengan berdirinya pemerintahan dan tata-wilayah baru tersebut dirasakan perlunya suatu bentuk seni budaya baru dan nilai-nilai tersendiri sebagai identitasnya. Maka dibuatlah wayang gagrak Yogyakarta yang mengacu pada gagrak Kedu, yang didalam perkembangannya kemudian disertai percepatan (akselarasi) yang cukup berarti, sehingga kira-kira akhir abad ke 19 bentuk wayang gagrak Yogyakarta ini sudah seimbang dengan bentuk wayang gagrak surakarta. More

Wayang Purwa Gaya Surakarta

Ngelmu iku, kalakone kanthi laku.
lekase lawan kas,
tegese kas nyantosani
setya budya pangekese dur angkara

 

More

Yuyutsuh

Arya Yuyutsuh adalah putra kedua Arya Widura/Yamawidura, putra Prabu Kresnadwipayana/Bagawan Abiyasa, raja negara Astina dari permaisuri Dewi Ambiki/Ambalika, dengan Dewi Padmarini, putra Prabu Dipasandra. Ia mempunyai kakak kandung bernama Arya Sanjaya.

Arya Yuyutsuh berwajah tampan. Ia mempunyai sifat dan perwatakan ; pemberani, jujur, setia dan teguh dalam pendirian. Ia tinggal di kesatrian Panggombakan (bagian belakang keraton Astina) bersama kedua orang tuanya. Arya Yuyutsuh menikah dengan Dewi Aditi dan berputra dua orang masimg-masing bernama Arya Sunjaya dan Arya Subrasta.

Ketika pecah perang Bharatayuda, Arya Yuyutsuh dan putranya Arya Sunjaya mengambil sikap memihak pada keluarga Pandawa. Sedangkan Arya Subrasta berpihak pada keluarga Kurawa. Yuyutsuh dan Arya Sunjaya tewas dalam peperangan melawan Adipati Karna, raja negara Awangga. Sedangkan Arya Subrasta tewas oleh Abimanyu putra Arjuna dengan Dewi Sumbadra.

Yudhistira

Prabu Yudhistira menurut cerita pedalangan Jawa adalah raja jin negara Mertani, sebuah Kerajaan Siluman yang dalam penglihatan mata biasa merupakan hutan belantara yang sangat angker. Ia mempunyai dua saudara kandung masing-masing bernama ; Arya Danduwacana, yang menguasai kesatrian Jodipati dan Arya Dananjaya yang menguasai kesatrian Madukara. Prabu Yudhistira juga mempunyai dua saudara kembar lain ibu, yaitu ; Ditya Sapujagad bertempat tinggal di kesatrian Sawojajar, dan Ditya Sapulebu di kesatrian Baweratalun.

Prabu Yudhistira menikah dengan Dewi Rahina, putri Prabu Kumbala, raja jin negara Madukara dengan permaisuri Dewi Sumirat. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putri bernama Dewi Ratri, yang kemudian menjadi istri Arjuna.

Ketika hutan Mertani berhasil ditaklukan keluarga Pandawa berkat daya kesaktian minyak Jayengkaton milik Arjuna pemberian Bagawan Wilwuk/Wilawuk, naga bersayap dari pertapaan Pringcendani. Prabu Yudhistira kemudian menyerahkan seluruh negara beserta istrinya kepada Puntadewa, sulung Pandawa, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti. Ia kemudian menjelma/ menyatu dalam tubuh Puntadewa, hingga Puntadewa bergelar Prabu Yudhistira.

Yudakalakresna

Yudakalakresna adalah putra sulung Prabu Kunjarakresna, raja raksasa negara Dwaraka/Dwarawati. Ia mempunyai tiga saudara masing-masing bernama ; Kresnadanawa, Dewi Sumresti dan Arya Singamulangjaya.

Yudakalakresna menjadi raja negara Dwarawati menggantikan ayahnya, Prabu Kunjarakresna yang mengundurkan diri dan hidup sebagai brahmana. Prabu Yudakalakresna tidak lama memerintah negara Dwarawati, karena negaranya diserang oleh Narasinga, saudara Prabu Narakasura dari negara Surateleng.

Prabu Yudakalakresna tewas dalam peperangan melawan Narasinga. Negara Dwarawati dikuasai Narasinga yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja negara Dwarawati bergelar Prabu Narasingamurti. Oleh Prabu Narasinga, Arya Singamungjaya, diangkat menjadi senapati perang negara Dwarawati.

Wratsangka

Arya Wratsangka atau Arya Wratsangka adalah putra ketiga Prabu Matswapati/Durgandana, raja negara Wirata dengan permaisuri Dewi Ni Yutisnawati/Rekatawati, putri angkat Resi Palasara dengan Dewi Durgandini. Ia mempunyai tiga orang saudara kandung masing -masing bernama ; Arya Seta, Arya Utara dan Dewi Utari.

Arya Wratsangka adalah kesatria yang gagah berani, cerdik pandai, tangkas dan mahir mempergunakan senjata panah. Ia seorang satria yang selalu memegang teguh rasa keperwiraannnya. Arya Wratsangka menikah dengan Dewi Sindusari, putri Prabu Tasikraja, raja negara Tasikretna, ia mempunyai tempat kediaman di kesatrian Cemaratunggal. Arya Wratsangka menikah dengan Dewi Sindusari, putri Prabu Tasikraja, raja negara Tasikretna. Ia menikah berbarengan dengan kakaknya, Arya Utara yang menikah dengan Dewi Tirtawati, kakak Dewi Sindusari setaleh mereka berhasil membunuh Arya Girikusuma dan ayahnya Prabu Prawata dari negara Bulukapitu.

Ketika pecah perang Bharatayuda antara keluarga Pandawa dan Kurawa, Arya Wratsangka terjun ke medan perang sebagai senapati Pandawa, mendampingi Senapati Agung, Resi Seta. Dalam pertempuran itu ia gugur oleh Resi Drona yang mempergunakan senjata pusakanya Kiai Cundamanik.

Previous Older Entries Next Newer Entries