Wiratha Parwa 3/6

Di layar utama dengan bantuan proyektor dan notebook dipentaskan oleh dalang yang berada di belakang layar menghadap penonton.

Di lingkungan Kerajaan Wiratha…

Wiratha merupakan kerajaan yang berbatasan dengan Astina, dipimpin oleh Prabu Mastwapati. Sang Raja mempunyai tiga putra Seta, Utara, Wratsangka dan satu putri Dewi Utari. Sang Raja mempunyai dua adik ipar Kencaka Pura dan Rupa Kenca, keduanya pejabat teras (patih) di Kerajaan Wiratha.

Ini cerita Raja Tri Hargo

”Begini cerita yang saya dengar dari telik sandi saya Prabu”, kata Raja Tri Hargo kepada Prabu Duryudono.

Saat itu, Kencaka Pura menggoda Salindri (Salindri adalah nama samaran Drupadi, dia bekerja sebagai pelayan putri kerajaan Dewi Utari). Kelakukuan Kencaka Pura yang akan me-rudapaksa- Salindri ini tiba – tiba dipergoki seseorang atau sesuatu. Entah bagaimana ceritanya yang jelas Kencaka Pura mencoba melawan si penyerang. Tetapi Kencaka Pura tidak kuasa melawan. Akhirnya death, mati, tewas, binasa. Kencaka Pura terbunuh.

Adik Kencaka Pura, Rupa Kenca berikutnya yang terpesona dengan kecantikan rupa dan body Salindri. Kepincut…..

”Wa la dalah….ada cewek cantik sendirian di tengah taman.. Gua gebet juga nih cewek.”, begitulah pikir Rupa Kenca(RP). Maka mulailah RP menggoda Salindri..

”Suit…suit….”, mula – mula dengan siulan kecil.

“Ehm..ehm…, sang putri…boleh dunk kenalan ??”

“Ki sanak…, ya boleh saja orang cuman kenalan kok nggak boleh to ya ?? Namaku Salindri, di Wiratha aku bukanlah seorang putri, hanya pelayan dan danyang di keputren saja kok.”

“Oh begitu…., tapi cantik mu mengalahkan dewi Ratih di Kahyangan lo…”, RP mulai merayu…

“Terimakasih raden…, saya permisi dulu…”

”Na..na..,sebentar to. Kok buru – buru amat, mbokya kita tuker – tukeran No HP dulu ntar tak SMS yo…?”

”Waduh…ndak usah Raden, saya ini hanya pelayan keputren kok. Ya ndak punya HP to, buat apa…”

”Oh…Hari ini, gak punya HP ???? Tapi biarlah gpp, kita kenalan aja. Ntar tak beliin HP. Aku ini punggawa Kerajaan Wiratha, Pejabat Teras. Patih…Jadi, tahu sendiri lah. Proyekku banyak, aku punya anggaran sendiri yang bisa aku kelola. Jangankan cuman HP, tinggal batuk aja, ibaratnya Vendor – vendor akan kasih apa yang aku sebut. Ya..ya.., kita kenalan yuukk? Atau gini deh, kalau kamu nggak mau kenalan, ya uwis kita sir – siran aja, pacaran kata anak jaman sekarang. Okay ya ?”

”Walah…Raden ini lo, ndak usah ya Raden. Saya ini sudah ada yang punya, saya sudah bersuami…”

“Ahhh…suami khan bisa diatur nanti…, Sapa to suamimu ??? Kira – Kira pangkatnya apa ? Dan siapa lebih ganteng, aku apa suamimu ???. Ya sudah, kalau pacaran nggak mau, kita kawin saja. Gimana ??”, Sambil mengedipkan mata RP mulai kurang ajar

“Wah..jangan Raden, saya tidak bisa dan itu tidak mungkin terjadi”

“Sekali lagi…aku ini pejabat lo, aku bisa maksa siapapun unuk menuruti kemauanku, termasuk kamu yang hanya batur, pelayan, abdi keputren”

“Jangan Raden…”

“Mau apa tidak ??”

“Tidak bisa Raden…”

“We lah, kamu minta tak rudapaksa ya…? Baiklah kalau begitu, cara halus nggak bisa. Aku pakek cara kasar….!!!”

RP mulai memaksa Salindri dengan cara kasar. Tapi tiba – tiba ketika RP sudah mulai memaksa Salindri dan ketika baru memegang tangan Salindri, RP mulai menjerit – jerit kesakitan. Kemudian mati dengan luka sobek di leher dan mata melotot. Tidak ketahuan siapa yang membunuh

”Begitulah Prabu, kedua senopati andalan Wiratha sudah tewas”, Raja Tri Hargo menutup ceritanya.

”Jadi sekarang adalah saat yang pas untuk menyerang Wiratha guna memperluas jajahan Astina. Saya tidak minta apa – apa sebagai imbalan. Silakan kerajaan dan semua harta rampasan menjadi milik Paduka dan Kerajaan Astina. Oakay ??. Saya hanya pingin Dewi Utari. Saya juga dendam kepada Raja Wiratha, mengapa lamaranku ditolak”

”Hemmm, tawaran yang menarik..”, Jawab Prabu Duryudono yang memang silau dengan harta dan kekuasaan.

”Aku setuju dengan ajakan dan tawaranmu, sekarang siapkan pasukanmu. Prajurit Astina akan menyerang Wiratha dari perbatasan utara, silakan Pasukan Tri Harga menyerbu dari perbatasan selatan…”

”Ha..ha…ha…, kham begitu Prabu. Baik, sendika dhawuh… saya dan pasukan Trihargo berangkat sekarang…”. Raja Tri Hargo lengser dari pisowanan.

”Cucu Prabu…” Resi Bisma mencoba menyela pembicaraan.

”Ya Kakek Prabu, ada usulan apa lagi ? Sudah ada TOR nya apa belum ???”

”Hemmm…kamu itu lo, pejabat tertinggi kerajaan kok ya orientasinya proyek terus.!. Cucu Prabu, baiknya kamu pikir sekali lagi mengenai penyerangan ke Wiratha ini. Tidakkah ini akan menambah musuh baru, padahal Raja Wiratha itu terhitung kerabat dekat. Astina. Lagi pula, kok kamu meladeni omongan Raja Tri Hargo yang baru kamu kenal. Hanya dengan janji – janji manis saja kamu terhanyut. Kamu tidak dibius apa dihipnotis to??? Tidakkah kamu mikir, sebenarny itu tadi Raja penakut, Raja licik, sekaligus culas. Wong lamarannya ditolak kok mencak – mencak. Kalau dia jantan dan berani ya akan dihadepi sendiri to Raja Wiratha itu. Itu tadi nyari temen, sebab dia tidak bisa ngerjain sendiri, itu tadi cuman makelar..Kok kamu ikuti….Raja itu tadi takut darah, takut repot, makanya nyari teman. Makanya cucu, kamu sebaiknya…. ”

”Sudah – sudah…Kakek diam saja, aku tidak memerlukan nasihat dan petuahmu. Proyek ini akan aku kerjakan sendiri, kalau kakek mau ya ikut, kalau tidak yak sudah nggak usah ngrecoki”

”We lah….ya sudah, tidak ada gunanya aku di sini.. Aku pamit pulang ke Talkanda. Drona, Karna, Sangkuni, aku pulang dulu. Percuma meeting kalau sudah tahu hasilnya harus ikut Boss terus…Permisi…”

Resi Bisma pun keluar dari balairung kerajaan Astina.

Leave a comment