Gatotkaca – versi jawa kuna dari ADIPARVA

GATOT_KACA_by_willustration
Sang Bhima dibawa terbang ke gunung Srngga. Maka lalu berhias diri, segala sesuatunya menyebabkan rupanya merindukan;
segala macam pakaian yang utama dikenakannya.
Karena itu Sang Bhima merasa senang, lalu berjalan-jalan di tempat yang sangat ramainya, tempat itu didatangi berdua.
Masuk taman dalam hutan itu, sampai di asrama, di gunung, habis didatanginya.
Mereka merasa senang. Akhirnya ia bercumbuan dengan sang Hidimbi,
dan berputera seorang (berbadan) raksasa,
tiksnadamstra taringnya tajam,
sutamranetra matanya merah,
mahawaktra mulutnya lebar,
sangkukarna telinganya seperti lipung (tombak),
mahatanuh badannya besar,
mahajothawa perutnya (pun) besar,
mahabalah sangat saktinya dan kuat pula.
Balo ‘pi yauwanam praptah karena anak lahir di hutan (menyebabkan) tiada takut akan segala macam bahaya.
Agrastah tiada kurang sedikitpun kebagusan perangainya,
manojawah jalannya sangat kencang, sama dengan jalan pikiran, kesaktiannya bagai kesaktian raksasa.
Maka anak itu menyembah ke pada ibu dan bapanya.
Ghatopamah kacokesi lagi pula kelihatan rambutnya lebat tidak teratur, sanggulnya seperti ghata (periuk)
Tasmad Ghatotkaca maka diberinya nama Ghatotkaca.
Sangat moleknya, diramalkan Batara Indra, kelak akan mendapatkan lipung Sang Karna.
Demikianlah anak Sang Bhima itu.
Sesudah sang Hidimbi berputera itu lalu kembali ke tempat Dewi Kunti diiringkan oleh Sang Bhima dan sang Ghatotkaca.
Bertemulah empat orang Pandawa dalam pesta, tiada kurang sedikitpun berkat kebesaran jiwa sang Hidimbi.
kemudian datanglah Ghatotkaca minta supaya diberi petunjuk barang sesuatu yang baik dikerjkan dalam keadaan bahaya yang mungkin terjadi.
Sesudah menyembah dan minta diri ke pada Dewi Kunti dan lima orang Pandawa, iapun pergi bersama dengan ibunya.
Sang Pandawa ditinggalkannya.

Bahasa Jawa Kuna dan Indonesia oleh P.J. Zoetmulder, penerbit Paramita – Surabaya 2006 (bab XV- hal 232)

http://www.facebook.com/notes/wayang-nusantara-indonesian-shadow-puppets/gatotkaca-versi-jawa-kuna/10151514641601110

Bharatayudha (8) Rubuhan – Duryudana Gugur

Dengan tewasnya adipati karna, kurawa mengangkat resi durna menjadi senopati kurawa yang disampaikan oleh kartamarma.

Kartomarmo mulai menyampaikan kabar yang dibawanya…

“Sinuwun mohon maaf, hari ini seperti yang Paman Sangkuni perintahkan hamba mendampingi Sang Senopati Agung Bapa Begawan Druna maju ke medan laga Baratayudha….”.
More

Bharatayudha (7) Karna Tanding

Adipati karno tetap menjadi senopati kurawa, sementara pengapitnya adalah durgandasena, durta, dan jayarata. Pandawa mengangkat arjuna sebagai senopati dan werkudara sebagai pengapitnya.
Raden Arjuna, satria panengah Pandawa telah berganti busana bagai seorang Raja, mengenakan busana keprabon. Karena keahlian Prabu Kresna dalam ndandani sang adik ipar Arjuna pada kali ini jika diamati tidak ada bedanya dengan kakak tertuanya Adipati Karno. Saking miripnya, Arjuna dan Karno ibarat saudara kembar. Meskipun mereka hanya saudara seibu lain Bapak keduanya bagai pinang dibelah dua. Bahkan karena begitu miripnya, Dewa Kahyangan Bathara Narada pun tidak mampu membedakan mana Arjuna yang mana Basukarno kala itu.
More

Bharatayudha (6) Suluhan – Gatotkaca gugur

pic: Rudyao – GaimCreativeStudio@deviantart

Setelah burisrawa gugur, kurawa mengangkat adipati karna dari awangga sebagai senopati. Hari sudah gelap, sang surya sudah lama meninggalkan jejak sinarannya di ladang Kurusetra. Harusnya perang dihentikan, masing – masing pihak beristirahat dan mengatur strategi untuk perang esok hari. Namun entah mengapa Kurawa mengirim senopati malam – malam begini.
More

Bharatayudha (5) Timpalan – Burisrawa Gugur

Prabu Matswapati Tanya kepada Raden Wrekudara bagaimana dalam menghadapi Prabu Partipa, Raden Wrekudara bilang bahwa Prabu Pratipa sudah gugur beserta gajahnya Kyai Jayamaruta. Belum nyampai selesai dalam berbicara, Patih Udakawara datang, melaporkan bahwa Ngastina sudah ada senopati lagi yaitu raden Harya Burisrawa dan Senopati Pendamping Raden Windandini.
More

Bharatayudha (4) Ranjapan – Abimanyu gugur

Abimanyu (Sansekerta: abhiman’yu) adalah seorang tokoh dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah putera Arjuna dari salah satu istrinya yang bernama Subadra. Ditetapkan bahwa Abimanyu-lah yang akan meneruskan Yudistira. Dalam wiracarita Mahabharata, ia dianggap seorang pahlawan yang tragis. Ia gugur dalam pertempuran besar di Kurukshetra sebagai ksatria termuda dari pihak Pandawa, karena baru berusia enam belas tahun. Abimanyu menikah dengan Utari, puteri Raja Wirata dan memiliki seorang putera bernama Parikesit, yang lahir setelah ia gugur.
More

Bharatayudha (3) Paluhan – Bogadenta Gugur

Sepeninggal resi Bisma, prabu Bogadenta diangkat menjadi senopati pengganti dengan pengapitnya kertipeya. Untuk menghadapinya, pandawa menampilkan arjuna sebagai senopti dengan werkudara sebagai pengapitnya. dengan mengendarai gajah murdaningkung dengan sratinya dewi murdaningsih, prabu bogadenta mengamuk dengan hebatnya.
More

Bharatayudha (2) Resi Bisma gugur

pic: I Made Marthana Yusa / angelmarthy@deviantart

Sementara perang semakin sengit, kini Prabu Salya telah dapat lawan yang seimbang, Prabu Salya bertemu dengaan putera Wirata, Utara. Keduanya duanya sama sama gesit dalam memainkan segala senjata, dari panah, pedang dan adu kesaktian. Namun ketika terdengar sorak sorai Seta Gugur, Utara terlena, terperanjat, dan Utara tidak teringat lagi kalau masih di medan perang,Kesempatan baik itu tidak disia siakan oleh Prabu Salya, sehingga dengan mudah membidikkan senjatanya kepada Raden Utara. Senjata Prabu Salya mengenai dada Utara, maka gugurlah Raden Utara ditangan Prabu Salya.
More

Bharatayudha (1) Resi Seta Gugur

Dikisahkan, Bharatayuddha diawali dengan pengangkatan senapati agung atau pimpinan perang kedua belah pihak. Pihak Pandawa mengangkat Resi Seta sebagai pimpinan perang dengan pendamping di sayap kanan Arya Utara dan sayap kiri Arya Wratsangka. Ketiganya terkenal ketangguhannya dan berasal dari Kerajaan Wirata yang mendukung Pandawa. Pandawa menggunakan siasat perang Brajatikswa yang berarti senjata tajam. Sementara di pihak Kurawa mengangkat Bisma (Resi Bisma) sebagai pimpinan perang dengan pendamping Pendeta Drona dan prabu Salya, raja kerajaan Mandaraka yang mendukung Korawa. Bisma menggunakan siasat Wukirjaladri yang berarti “gunung samudra.”
More

Sandyakala Kurusetra: Sebuah Sanggit Soal Karma dan Dharma

Malam itu tak ada hujan membasahi Jakarta, bahkan rintikpun enggan datang. Lalu pertanda apakah ini? Pertanda sang pawang hujan sukses membantu gelar Sandyakala Kurusetra yang dilangsungkan di Warung Apresiasi (Wapres), 12 Februari 2009 lalu.

Tidak semua mengetahui apa sebenarnya arti Sandyakala Kurusetra alias Senjakala Kurusetra itu, terlebih bagi mereka yang tidak dekat dengan kesenian Jawa yang banyak diselubungi aura magi mitologi Hindus itu. Kuru adalah padang pertempuran terakhir yang melibatkan hampir seluruh awak Kurawa dari Hastina maupun klub para ksatria pandawa dari Tanah Amarta. Semua paham jika akhirnya pihak Pandawa yang dimotori oleh kelima satrianyalah yang memenangkan pertempuran. Sayangnya, kisah ini tidak akan pernah ada artinya jika penyederhanaan itu dilakukan, dalam arti sekedar dijenguk dari endingnya. Kisah sensasional ini—untuk tak menyebutnya sebagai tragedi tragis nan romantis—justru menjadi ‘penuh’ apabila ia dapat dipahami secara holistik bahkan melalui celah-celah parsial yang kontekstual.
More

Akhir Bharatayuda: Matinya Duryudana

Setelah kematian Prabu Salya ditangan Yudistira, tentara Hastina telah kehilangan panglima perangnya. Duryudana dengan ketakutan melarikan diri kedalam hutan dan menghilang. Kubu Kurawa kini tanpa pemimpin dan mengundurkan diri ke perkemahannya. Berhari2 tidak tampak kegiatan dari kubu Hastina untuk melanjutkan pertempuran, selama Kubu Pendawa selalu siap sedia dengan tentaranya, dengan Bima memimpin tentara penggempur, Arjuna di sebelah kanan dan Nakula Sadewa di sisi kiri.
More

Wara Srikandi Prajurit Wanita Inkarnasi Dewi Amba Yang Mampu Mengalahkan Bisma

Tersebutlah Dewi Amba yang ditolak cintanya baik oleh prabu Salva maupun oleh Bisma menjadi brokenheart. Apalagi setelah mendengar anjuran Resi Ramaparasu, malahan makin menjadi tambah bingung, judeg, dongkol bercampur sedih, malu dan benci penuh dendam akhirnya frustasi dan putus asa. Benar-benar remuk redamlah rasa hati seorang yang tak terbalas cintanya. Ia duduk “ongkang-ongkang” di pinggir sungai Yamuna sambil melamun merenungi nasib sialnya.
More

Pelajaran dari Perang Bharatayudha dan Keris Empu Gandring

Hasrat tak terbendung Dewi Durgandini agar keturunannya sebagai Raja Hastina

Dewi Durgandini yang telah berputra Abyasa atas perkawinan sebelumnya dengan Raden Parasara, hanya mau kawin dengan raja Hastina Prabu Santanu, apabila anak-anaknya kelak menjadi Raja Hastina. Sang Prabu Sentanu sangat bingung, yang berhak menjadi putra mahkota adalah Bhisma, kalaupun Bhisma bersedia mengalah, maka anak keturunan Bhisma tetap akan menuntut haknya, dan akan terjadi perang saudara pada wangsa Kuru. Demi  kecintaan Bhisma terhadap negara Hastina, agar tidak terjadi perang saudara di kemudian hari, Bhisma bersumpah tidak akan kawin. Pengorbanan Bhisma yang begitu besar meningkatkan spiritual Bhisma, sehingga dia bisa menentukan kapan saatnya meninggalkan jasadnya di dunia di kemudian hari. Bagi Bhisma pengabdian dan bhaktinya hanya untuk Ibu Pertiwi, untuk Hastina. Bhisma tidak melarikan diri ke puncak gunung sebagai pertapa. Dharma bhaktinya adalah mempersatukan negara.
More

Bharatayudha

Bharatayudha
Blitzkrieg Zaman Purwa
(Perang selama 18 hari dengan korban 9.539.050)

Kakawin Bharata Yudha, buah karya Pujangga Besar Empu Sedah dan Empu Panuluh, yang diselesaikan pada tahun 1157 Masehi pada Zaman Jayabaya di Kediri itu, hingga sekarang masih tetap menjadi pusat perhatian kaum cerdik cendikiawan dan para sarjana dari luar maupun dalam negeri yang ingin memperdalam bahasa serta kesusasteraan Jawa. Isi kakawin tersebut, menceritakan perangnya keluarga Pandawa melawan Kurawa.

Karena kedua belah pihak masih darah daging, yaitu rumpun Bharata Yudha. Kakawin tersebut termasuk kitab Jawa Kuna disusun dengan sekar ( puisi ) dan ( digubah berdasarkan kitab Maha Bharata ) yang dikalangan masyarakat Jawa juga dikenal sebagai kitab “ Astadasa Parwa “ ( 18 ) terdiri dari 18 parwa atau bagian.
More

Kematian Jayadrata, Cakra Menutupi Matahari

KETIKA dunia pewayangan mengalami peperangan, mereka yang ke medan laga juga
menggunakan berbagai macam senjata. Rupa-rupa senjata digunakannya. Para
ksatria menggunakan panah dan keris sedangkan para sudra menggunakan
terampang, badik, tombak, atau golok untuk membacok.
More

Karno Tanding 7/7 Karno Basuseno Gugur Sebagi Satria Sejati

Karno Basuseno Gugur Sebagi Satria Sejati
More

Karno Tanding 6/7 Kebimbangan Arjuna dalam menghadapi saudara sedarahnya..

Kebimbangan Arjuna dalam menghadapi saudara sedarahnya..
More

Karno Tanding 5/7 Gatotkaca gugur menyelesaikan baktinya sebagai satria

Gatotkaca gugur menyelesaikan baktinya sebagai satria
More

Karno Tanding 4/7 Kini giliran Basukarno

Kini giliran Basukarno
More

Karno Tanding 3/7 Ketidakmampuan mengendalikan diri dan emosi mengantarkan Dursasana kepada kematiannya yang tragis

Ketidakmampuan mengendalikan diri dan emosi mengantarkan Dursasana kepada kematiannya yang tragis…..
More

Previous Older Entries