Sakuntala, Ibu Bharata Raja Besar di Astinapura

Siapakah Bharata yang disebut-sebut dalam Mahabharata itu? Begitulah kira-kira isi surat-surat pembaca yang ingin mengetahui sejarahnya.

Syahdan, suatu tempat pertapaan yang begigtu tenang dan damai, sehingga kijang-menjangan dapat hidup berdampingan dengan singa dan macan yang buas. Semua itu seolah-olah karena pengaruh sianr sucinya pertapaan. Segala yang pada mulanya bengis, kejam, buas dan rakus, berubah menjadi sejuk, nyaman, rukun dan tenang penuh kedamaian.

Siapakah gerangan pertapa besar yang bersemayajm di situ? Ia adalah Begawan Kanwa yang hidup bersama dengan seorang anak gadisnya, Sakuntala namanya. Sakuntala yuang cantik adalah anak angkat dari Begawan Kanwa. Semula Sakuntala adalah putrid Prabu Wismamitra yang lahir dari rahim bidadari Menaka. Yaitu, dikala Prabu Wismamitra sedang bertapa menjauhkan diri dari keduniawian, sekonyong-konyong melihat kedatangan bidadari Menaka yang tersingkap kainnya oleh hembusan angina yang nakal, sehingga Wismamitra sampai tak dapat mengendalikan dirinya. Ia takluk kepada keinginannya untuk segera menghisap madunya Batari Menaka. Pendek kata betari Menaka kemudian melahirkan seorang bayi wanita yang kemudian diberi nama Sakuntala. Setelah sang bayi lahir, maka kembalilah Menaka ke Kahyangan dan Sakuntala ditinggalkan sendirian di tepi sungai Malini. Kelihatannya kejam dan tak bertanggung jawab, tetapi memang itulah yang disebut “laku”.

Pada suatu hari, ketika Begawan Kanwa sedang santai di sungai Malini, sangat terkejut setelah mehilat bayi yang sedang disuapi oleh burung-burung penghuni hutan dengan penuh kasih sayang. Maka diambillah Sakuntala dan dibawa pulang ke pertapaan dan diasuh sebagai anaknya sendiri.

Demikianlah Sakuntala bercerita kepada raja Astina Prabu Dusmanta yang singgah di pertapaan begawan Kanwa. Prabu Dusmanta yang sudah terkena panah asmaranya Sakuntala tak dapat menahan diri, maka bersabdalah ia:

“Sakuntala putri begawan yang suci, perkenankanlah aku melamarmu untuk menjadi suami sang putri”.

Semula lamaran sang Prabu ini ditolak, akan tetapi karena desakan yang tak dapat ditolak, maka berkatalah Sakuntala:

“Ya Tuanku, hamba bersedia menjadi permaisuri baginda, tetapi kelak apabila dari pernikahan kita ini lahir seorang putra, hendaklah dinobatkan menjadi raja Astinapura sebagai pengganti sang Prabu”.

Tanpa berkata dipeluknya Sakuntala dan pernikahan gandarwa dilangsungkan. Setelah sang Prabu Dusmanta tinggal beberapa saat di pertapaan, maka ia berpamit hendak pulang ke istana. Ia berjanji bahwa Sakuntala akan segera dijemput untuk diboyong ke Astina.

Sakuntala sangat sedih dan malu atas semua perbuatannya itu, sehingga tak berani menyongsong kedatangan begawan Kanwa, karena ia mengira, pasti ayahnya telah mengetahui apa yang terjadi terhadap dirinya. Dengan bijaksana begawan Kanwa berkata dengan lemah lembut:

“Oh anakku Sakuntala, kau tidak salah. Anak yang kau kandung itu kelak akan menjadi manusia besar sepanjang sejarah. Semua ini adalah sudah kehendak Dewata”.

Sakuntala bersujud sambil menangis dan menciumi kaki ayah angkatnya. Ringkasnya, setelah Sembilan bulan, lahirlah seorang bayi laki-laki yang pekik, tegap, sigap, pantas sekali calon manusia besar. Oleh ibunya ia diberi nama Sarwadamana yang artinya ; manusia kuat penakluk binatang buas.

Tetapi setelah selang beberapa tahun lamanya, jemputan dari Prabu Dusmanta tak kunjung dating, maka atas titah Begawan Kanwa, Sakuntala berangkat ke negeri Astinapura untuk mempersembahkan Sarwadamana di hadapan Prabu Dusmanta. Setelah menghadap berkatalah Sakuntala:

“Baginda yang mulia, ini adalah putra baginda hasil perkawinan gandarwa kita berdua. Angkatlah Sarwadamana sebagai raja Astina pengganti baginda”.

Dengan muka marah merah padam berkatalah Prabu Dusmanta:

“Hai wanita tak tahu malu! Hentikan kata-katamu yang kurang ajar itu. Bagaimana mungkin aku seorang raja agung dapat beristerikan wanita hina seperti kau ini”.

Belum sampai selesai Prabu Dusmanta berkata, tiba-tiba ada suara gaib terdengar menggema di angkasa yang dapat didengar oleh sang Prabu dan menteri-menteri dalam kabinetnya:

“Hai Prabu Dusmanta, janganlah ragu-ragu. Anak ini adalah benar-benar putramu”.

Maka seluruh hadirin menjadi riang gembira dan Sakuntala diangkat menjadi permaisurinya yang syah dengan upacara yang meriah, sedang Sarwadamana dinobatkan menjadi Adipati dan oleh baginda diberi nama Bharata. Mulai saat itulah Bharata menajdi raja muda di Astina dan pemimpin besar dunia. Bharata inilah yang seterusnya menurunkan darah Bharata yang besar dan megah sepanjang jaman. Bharata berarti Mahatman atau Terpuji, yang kelak ia menurunkan Prabu Hastin, kemudian Prabu Kurupratipa baru kemudian lahir manusia besar Prabu Sentanu.

Dalam pedalangan wayang kulit purwa, pada umumnya hanya Sentanulah yang dikenal. Ia bukan sebagai pemilik negara Astina, tetapi sebagai peminjam negara Astina. Sedang kalau menurut Mahabharata lain lagi ceritanya:

Di kala raja Astina Prabu Kurupratipa sedang bertapa tiba-tiba datanglah batari Gangga. Ia duduk di pangkuannya sebelah kiri. Cara duduk Batari Gangga ini memberikan petunjuk kepada Prabu Kurupati, bahwa ia bukan jodohnya, tetapi calon menantunya. Karena itu setelah Prabu Kurupratipa mempunyai seorang anak laki-laki bernama Sentanu, maka Sentanui dikawinkan dengan Batari Gangga. Dan Sentanu inilah sebenarnya pemilik dan pewaris Negara Astina yang nanti diperebutkan cucu-cucunya, yakni: Kurawa dan Pandawa.

Bagaimana kisah Sentanui dan Batari Gangga baiklah kita ikuti kisah selanjutnya…..

Leave a comment